Jika kamu sebegitu senangnya menganggap dia masa depan, maka yang perlu aku lakukan hanyalah mendeklarasikan diri sebagai pasangan.
-Aletta***
Beberapa hari belakangan, Gema seringkali menyebutkan tentang perempuan yang katanya akan menjadi masa depannya. Dan selama itu Aletta selalu berusaha agar dirinya tidak boleh menyerah pada seseorang yang bahkan belum di lihatnya.
Namun, kali ini Aletta berani menegaskan. Bahwa rasanya wajar kenapa Gema begitu memuja sosok itu.
Beberapa meter di depannya, seorang gadis tengah duduk anggun di kursi depan rumah Gema. Aletta terpaku melihat gadis itu. Ia bahkan tidak mengenalnya, tapi Aletta tahu gadis itulah yang kerap kali disebutkan oleh Gema.
Tidak hanya Aletta, bahkan Digo dan Gio juga sampai melongo melihat sosok itu.
Gema menaiki satu persatu anak tangga di depan rumahnya dan sampai di dekat gadis itu. "Udah dari tadi di sini?" tanyanya. Terdengar lembut sekali.
Gina mengangguk sambil menyunggingkan senyum sebagai sambutan untuk kedatangan Gema. "Tadi mama kamu nitip rumah sebentar. Katanya dia mau ke supermarket, mau belanja sekaligus beli selai nanas buat kamu. Tapi karena bosen di dalem, jadi aku nunggu di luar aja," jelasnya.
"Gimana bekal makanan yang aku buatin? Diabisin gak?"
Melihat anggukan kepala dari Gema, hati Aletta terasa diiris perlahan. Persis seperti dugaannya. Memang gadis itulah yang membuatkan Gema bekal akhir-akhir ini.
Digo dan Gio yang sejak tadi menunggu satu langkah di depan Gema akhirnya maju. Menyenggol lengan Gema di masing-masing sisi.
"Heh, Semprul! Siapa nih cewek? Manis amat?" tanya Gio.
"Punya harta karun secakep ini gak bagi-bagi. Serakah banget lo, ya!" timpal Digo.
Tentu Gema langsung menepis kedua tangan temannya.
Harta karun? Enak saja. Gina itu miliknya. Hanya miliknya.
Gina mengulas senyum tipis untuk teman-teman Gema. Sambil melambaikan tangan, ia berkata 'halo' sebagai salam perkenalan.
Gema menunjuk Digo. "Ini namanya Digo." Kemudian beralih pada Gio. "Yang ini Gio." Dan terakhir menunjuk Aletta. "Yang ini Kurcaci."
"HEH!" seru Digo dan Gio bersamaan.
Kalau saja Aletta tidak menyukai Gema, sudah pasti kepala Gema akan ditimpuk berulang kali olehnya. Menggunakan sepatu yang dipakainya. Agar setidaknya Gema sadar bahwa memanggil seseorang tanpa nama aslinya itu tidak boleh. Tidak sopan namanya.
"Gema tuh emang selalu seenaknya mulu." Aletta maju dua langkah. Posisinya yang tadinya berada di belakang Digo kiri sejajar dengan cowok itu. Ia mengulurkan tangan ke arah Gina. Mendapatkan sambutan hangat dari Gina.
"Halo, aku Gina. Temen Gema," Gina yang lebih dulu memperkenalkan diri.
Gina itu ibarat burung merak dengan segala keanggunannya. Cantik, memukau, terlihat tangguh dan memesona di saat bersamaan. Wajar kalau Gema menyukainya. Sedangkan Aletta adalah burung beo yang sukanya berkicau, berisik dan tidak bisa diam. Gema yang lebih menyukai si anggun membuat si beo kalah telak.
Namun, itu bukanlah masalah besar.
Aletta tersenyum lebar. Ia memasang tubuh tegak. "Namaku Aletta, calon pacar Gema!" serunya kemudian. Ia seperti sedang mendeklarasikan diri sebagai calon pacar yang sudah sepantasnya dihormati. Tidak ada siapa pun yang berhak merebut posisinya.
Karena Gema sangat percaya diri, Aletta pun cukup melakukan hal yang sama. Ia hanya perlu menaikkan tingkat kepercayadiriannya agar tidak tertinggal jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)
Teen FictionKata orang, Gema itu menyenangkan. Dia baik, ramah, humoris dan mudah bergaul. Siapapun akan betah berteman dengan cowok itu. walaupun agak sedikit jahil dan menyebalkan, kepribadian Gema memang terlampau menyenangkan. Tapi kalau kata Aletta, Gema...