Kala itu, kamu tiba-tiba menghilang. Membawa harapan yang perlahan tenggelam.
Lalu tiba-tiba lagi kamu datang, membawa lagi harapan yang kukira sudah hilang.
Jadi jangan salahkan, jika cinta yang kupendam akan berakhir kuutarakan.-Fajar Gema Adiaksa
***
"Kamu gak telat ke sekolah kalo ke sini dulu?" tanya Gina yang sedang duduk di kursi.
Gema turun dari sepeda, melepas satu earphone yang masih terpasang di telinga kirinya, membiarkan sepedanya tergeletak dan berjalan menghampiri Gina. Mulutnya yang sedang mengunyah permen karet berhenti saat permen karet itu ia buang sembarangan.
Gema ikut duduk di kursi kemudian menyahut, "Telat sih, tapi gak pa-pa. Udah biasa." Dengan nada santai.
Keduanya sedang berada di taman yang berdekatan dengan sebuah gedung sekolah. Atau lebih tepatnya gedung SMP mereka dulu. Kemarin saat pamit pulang, Gina meminta nomor telepon Gema, dan tadi sebelum berangkat sekolah, Gema diminta untuk datang ke taman tersebut.
Alasannya satu, hanya untuk mengenang masa-masa manis dulu. Saat di mana keduanya kerap menghabiskan waktu di taman itu sepulang sekolah.
"Telat kok dibiasain. Gak bagus tau," kata Gina.
Tapi Gema tidak menggubris perkataan Gina. Tatapannya mengarah ke bagian gerbang sekolah yang masih cukup sepi. Ada beberapa siswa yang sudah datang, beberapa penjual jajanan sekolahan yang sudah mangkal dan penjaga gerbang yang bersiaga di sana.
Taman yang didatangi Gema berada tepat di depan sekolah. Jaraknya tidak terlalu jauh. Hanya jalan raya yang memisahkan antara gerbang sekolah dan taman. Tidak dulu, tidak sekarang, sepertinya taman tersebut masih digunakan beberapa siswa saat kantin sekolah penuh. Memilih jajan di luar gerbang dan menghabiskan waktu di luar sekolah selama jam istirahat. Seperti dirinya dan Gina dulu.
"Jadi inget dulu, ya?" tanya Gema setelah beberapa saat.
"Iya. Bahkan semuanya masih sama. Berasa balik ke masa lalu." Gina melirik kursi yang didudukinya, "kursinya aja yang beda. Dulu masih kayu, tapi sekarang dari besi dan dicat warna-warni."
Di sekeliling taman itu, ada beberapa kursi lain. Yang seperti perkataan Gina, kursi tersebut dicat dengan warna yang berbeda. Persis seperti bunga-bunga yang menghiasi taman tersebut.
Kilasan-kilasan hari lalu berputar di kepala keduanya. Gina dulu dikenal sebagai salah satu siswi populer yang terkenal ramah dan memiliki banyak teman, termasuk Gema. Keberuntungan memihak kepada Gema karena menjadi satu-satunya teman yang paling dekat.
Tidak bisa dipungkiri, banyaknya hari yang dilalui membuat Gema menaruh hati pada Gina. Sampai tiba-tiba Gina pergi tanpa kabar, dan Gema pada akhirnya memilih untuk mulai melupakan. Lalu kemarin, seolah ingin menyelesaikan apa yang terjadi di masa lalu, Gina datang lagi ke kehidupan Gema.
Hari ini, Gema dipaksa melihat masa lalu. Kabar tentang Gina yang hanya akan singgah dua minggu seharusnya tidak membuat Gema menaruh harapan lebih, tapi Gina dengan mudahnya meminta nomor telepon dan mengajaknya ketemuan. Bagaimana tidak dilema kalau begini?
"Waktu kelas satu SMA aku sering dateng ke sini. Mampir ke kantin dan kadang nyapa guru-guru kita. Tapi naik ke kelas dua akhirnya kegiatan itu mulai jarang dan sekarang kali pertama aku ke sini lagi setelah hampir satu tahunan."
"Waw," Gina berseru keras. "Ternyata predikat siswa paling ramah itu masih kamu sandang? Atau jangan bilang sampe ke SMA juga?"
Gema membenarkan dalam hati. Predikat siswa ramah nan humoris sudah melekat pada dirinya sejak kecil. Tentu masa SMA-nya pun tidak akan jauh berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)
Teen FictionKata orang, Gema itu menyenangkan. Dia baik, ramah, humoris dan mudah bergaul. Siapapun akan betah berteman dengan cowok itu. walaupun agak sedikit jahil dan menyebalkan, kepribadian Gema memang terlampau menyenangkan. Tapi kalau kata Aletta, Gema...