"Siapa dia? Apa nama wanita itu?"
Satu hal yang menjadi kebiasaan seorang Thania. Jika lawan bicaranya menanyakan sesuatu, dirinya melihat reaksi dari sang lawan bicara dulu. Dan reaksi Rio mengisyaratkan rasa ingin tau yang mendalam.
"Namanya Asya. Temennya mama di Kota Bandung."
Rio menatap serius, langsung menggenggam telapak tangan Thania membuatnya sedikit terhenyak.
"Ceritakan semua tentang wanita itu pada aku."
Kedua mata Thania menyipit curiga. "Kenapa kamu berubah serius gini? Emang ada apa sama Tante Asya?"
Rio menggeleng kemudian meremas rambutnya pelan. "A-aku juga gak tau. Cuman aku ngerasa kek ada hubungan sama wanita itu. Trus--"
Rio menjeda ucapannya dengan wajah bengong. Dahi Thania mengernyit.
"Trus apa?"
Kedua mata hitam Rio membelok. "Wajahnya juga gak asing buat aku. Atau perasaan aku aja?"
Detik berikutnya keduanya sama-sama terdiam. Salah satunya Thania yang berpikir atas ucapan kurang masuk akal Rio. Siapa yang dia maksud? Wajah gak asing gimana? Ntah lah, dirinya malas untuk bertanya dan ikut campur terlalu jauh.
***
Dua hari setelahnya, Rio mekap di dalam kamar. Malas untuk sekedar keluar. Tante Valery jelas sedang menonton tv di ruang tengah. Lana yang tengah menyeruput secangkir gelas di halaman belakang. Tio? Huuf, Rio rasa tak perduli pada abang sepupunya itu. Menebak saja jika Tio pasti ada didalam ruangan kerjanya. Tentu saja sangat-sangat sibuk.
Cih, sok sibuk.
Tokk tok tokk
Kepala Rio menoleh ke arah pintu. Menunggu seseorang dibalik pintu menyahut.
"Ini tante ada surat buat kamu dari Tukang pos."
"Tukang pos?" sahut nya bingung.
"Rio? Kamu ada di dalem kan?" tanya Valery memastikan.
"Bentar tan."
Rio membuka 2 kunci diatas sudut dan 2 kunci di bagian tengah pintu. Setelah pintu tersebut terbuka, Valery memberikan 2 kertas berisi surat. Alis Rio menyatu, pertanda ia bingung.
"Ini surat apa tante?"
Valery menggeleng, "Tante juga gak tau. Tiba-tiba ada Tukang Pos didepan lalu nyebutin nama penerimanya yaitu kamu, Rio Aldebaran. Tante sempat menyangkal juga, mungkin salah alamat atau salah orang. Tapi kata Tukang Pos tadi alamatnya bener." jelas Valery.
"Cih, kuno. Gak zaman lagi pake surat." sahut seseorang lewat di depan kamar Rio lalu turun diundakan tangga.
Rio berdecak dengan mata menatap tajam. Setelahnya tak ia hiraukan.
"Oke makasih ya tan."
Valery mengangguk lalu beranjak dengan satu kedipan mata. Mengerling ke arah surat. Pasti tantenya mengira ini dari seorang gadis. Ya kali zaman sekarang para ciwi-ciwi mau repot mengirim surat beginian. Lebih praktis pake medsos. Iya gak?
Rio melompat di kasur lalu duduk bersila. Menebarkan kedua amplop kecil berisi surat diatas kasur. Ada dua macam warna dari amplop itu. Rio menatap warna hitam. Mencoba mengartikan warna hitam yang berarti hampa, misterius. Lalu beralih pada warna abu-abu yang artinya kemandirian dan tanggung jawab.
Kedua warna dari amplop itu berkesinambungan.
Tanpa pikir panjang, Rio membuka warna hitam terlebih dahulu sebagai pembukaan. Pertama kali matanya disungguhkan tulisan rangkai yang tipis dan indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Boyfriend [SEGERA TERBIT]
Fanfiction[SELESAI REVISI] Cerita yang penuh teka-teki membuat para readers bukan saja menikmati kisah percintaan, namun juga membuat kalian untuk menerka alur yang terjadi. Bayangkan gimana cowok yang terkenal akan kedinginannya dan sifat ketusnya mencinta...