Thania berlari mengikuti naluri. Ya hanya naluri yang membawa langkah kaki nya menuju ke arah Rio berlari.
Sejenak menghela napas, sembari menyeka keringat. Kedua matanya menyipit seakan menajamkan penglihatan, berharap menemukan sosok yang sedang ia cari.
Bunyi cipratan air terdengar. Seperti seseorang melempar satu batu dengan sengaja ke arah air. Thania menoleh, lebih melihat jelas siapa seseorang yang tertangkap di kedua matanya.
Ntah kenapa firasatnya mengatakan kalo itu memang benar-benar Rio. Thania berjalan mengendap namun pasti.
"Rio?" sahut Thania membuat tangan yang tadinya terangkat ingin melempar, tidak jadi.
Tidak melihat respon selanjutnya dari Rio. Thania menghela napas sembari duduk disampingnya.
Thania melirik cowok itu yang kini menatap lurus kedepan. Memandangi hamparan tepi sungai yang dikatakan tidak terlalu luas dan tidak terlalu kecil.
Thania mendengus begitu melihat Rio menggambar abstrak di tanah.
"Aku tau ini berat buat kamu tapi menghindari dari inti permasalahan itu salah, Yo."
Beberapa detik terdiam, Rio melempar asal batu tersebut membuat pantulan batu itu tak tentu arah. Helaan napas terdengar sangat berat. Thania tau itu. Terselip nada amarah didalamnya.
"Kamu gak perlu repot-repot ke sini buat aku." sahut Rio terdengar sangat kecil.
Thania berdecih membuat Rio meliriknya sesaat.
"Aku datang juga bukan buat kamu. Toh aku cuman nyari udara segar."
"Gak lucu!" Rio mendelik tak terima.
"Ya kamu juga! Kalo aku nggak datang, Trus guna aku jadi pacarnya kamu apa?" tanya Thania membuat Rio mati kutu lalu tertunduk.
Thania mengulas senyum. Satu tangannya mengelus tangan Rio lembut. Satu detik tatapan mereka bertemu.
"Aku bukannya sok tau. Tapi ngomongin soal perasaan yang kamu alami, aku bisa ngerasainnya. Karna aku cewek. Gimana pun cewek selalu gunain perasaan." ucap Thania melembut.
"Kamu bisa ceritain ke aku apa yang kamu rasain. Insyaallah aku bisa bantu sebisa aku. Apa yang mesti aku buat untuk kamu."
Lama terdiam. Thania sengaja memberi ruang waktu untuk cowok itu berpikir dan menenangkan diri. Thania dengan sabar menunggu.
"Menurut kamu, mama keterlaluan nggak si?" celutuk Rio setelah lama terdiam.
Kening Thania mengerut. "Maksud kamu?"
"Mama ninggalin aku sama ayah demi pekerjaan yang bahkan gak bisa disetarakan sama kebahagiaan keluarganya."
Rio menarik napas, berharap ia bisa menceritakan nya lebih banyak. Namun hal itu terlalu sulit, dadanya terasa penuh dan sesak. Elusan dibahunya membuat Rio sedikit lebih tenang.
"Aku bisa taruhan, Tha. Siapa sih yang gak marah kalo orang yang dulunya dianggap kepercayaan terbesar dalam keluarga tiba-tiba menghilang beberapa tahun lamanya, Trus tanpa ngerasa bersalah malah dateng, seolah semua gak terjadi apa-apa."
Genggaman tangan Thania mengerat, ia memberi seulas senyum tipis, bermaksud agar Rio bersikap lebih jernih.
"Jadi intinya, seberapa besar kecewa dan marahnya kamu, ada seorang ibu yang mengharapkan permintaan maaf-nya diterima oleh anaknya sendiri. Menurut aku, semakin lama ego kamu besar, semakin lama juga buat keluarga kamu utuh sepenuhnya. Kan itu impian kamu dulu. Jadi tunggu apa lagi?"
Rio menggeleng dengan wajah kusut. "gak mudah Tha. Buat ngilangin ego yang tiba-tiba muncul ke permukaan, sulit banget buat ngelupainnya."
"Kamu tau ini bukan masalah sepele. Aku gak yakin bakalan semudah itu."
Perkataan terakhir Rio membuat Thania mati kutu. Semua tergantung Rio, dia yang punya jawabannya, dia yang memutuskan semua alurnya. Thania disini menjadi peran pembantu untuk membuka pikiran Rio.
Thania mengambil satu batu pipih lalu meletakkannya di tangan Rio. Cowok itu jelas sangat bingung maksudnya Thania.
"Kamu anggap batu ini masalahnya kamu. Trus apa yang bakal kamu lakuin jika hal itu benar terjadi?"
Rio melirik lalu mengucapkan nya sangat yakin. "Akan aku lempar batu ini kearah sungai." jawabnya mantap.
Thania tersenyum miring. "Tujuan kamu melempar batu ini, karna apa?"
"Aku ingin batu ini tetap lurus dan meloncati dipermukaan air tanpa tenggelam."
"Dan yang terjadi?" tanya Thania lekat.
Beberapa saat, Rio terdiam. "Dan yang terjadi batu-nya tetap tenggelam apapun yang terjadi."
"Kamu salah!" tuduh Thania membuat Rio agak jengkel.
Melihat kedua alis Rio menyatu, Thania paham cowok ini sempat buntu. Ia kembali mengambil batu tersebut dari tangan Rio. Lalu menunjukkan didepan wajah Rio.
"Batu ini sumber dari masalahnya kamu. Dan kamu tetap harus bisa mengontrolnya untuk tetap lurus dan yakin jika bisa melewati semuanya tanpa kendala. Semua itu tergantung dari diri nya kamu."
"Bukan dari bentuk pipih-nya batu ini, bukan juga dari seberapa ringan batu ini agar bisa meloncat dengan sempurna. Tapi dari seberapa yakin kamu melewati rintangan didepan kamu."
Rio melongo begitu melihat Thania tiba-tiba melempar batu tersebut dan mendarat dengan sempurna. Dengan melewati beberapa loncatan air lalu mendarat jatuh ditanah seberangnya.
Kok bisa?
Thania tersenyum setelahnya ia berdiri. Gadis itu pergi meninggalkannya. Savage dengan gaya, gumam Rio kecil. Ditinggal agak jauh, Rio berteriak memanggil Thania yang mulai meninggalkan nya sendiri ditepi sungai yang sepi.
Setelah dipikir, ada benarnya juga perkataan Thania. Ia harus bersyukur telah dibuat sadar dan yakin oleh gadis itu. Masalah itu bisa selesai tergantung dari diri kita yang menghadapinya gimana. Tetap lurus kedepan dengan pikiran positif serta yakin atau asal menjadikan masalah tersebut batu loncatan.
Bersambung
Sudahh lama bangett gak update. Demi apapun itu. Ihhh. Dulu nya yang punya janji hari ini-itu update. Ehh skrng mengingkari janji 🤧
Baru bisa update juga. Sempat mengurus beberapa keperluan terbit. Dan itu lumayan ribet pake banget.
Gmana dengan cerita kelanjutan nya kali ini? Pasti kalian rata rata udah pada lupa ya alurnya?
Ya maaf:"(
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Boyfriend [SEGERA TERBIT]
Fiksi Penggemar[SELESAI REVISI] Cerita yang penuh teka-teki membuat para readers bukan saja menikmati kisah percintaan, namun juga membuat kalian untuk menerka alur yang terjadi. Bayangkan gimana cowok yang terkenal akan kedinginannya dan sifat ketusnya mencinta...