"Minumannya, nak Rio dan Thania." Hani tersenyum kikuk. Meletakkan nampan dengan tangan bergetar. Thania menangkap gerakan itu dengan wajah amat khawatir.
"Ibu nggak pa-pa?"
Hani menggeleng sebagai jawaban. "Maaf kalau hanya teh aja, soalnya hanya ini aja yang tersedia di panti ini." kata Hani merasa bersalah. Ikutan duduk di depan kedua orang itu.
"Gak apa-apa kok bu. Teh lebih dari sekedar cukup. Maaf kalau kedatangan kami merepotkan." sambung Thania.
"Kedatangan kalian gak merepotkan kok. Kalau anak-anak tau ada Rio datang pasti seneng banget deh."
Rio mengernyit setelah meletakkan secangkir gelas dengan hati-hati. "Oh, iya anak-anak mana bu? Padahal Rio udah bawa kue banyak gini," tunjuk Rio ke arah sofa yang penuh dengan kantong kresek yang mereka bawa tadi.
Hani kembali memancarkan senyum hangatnya. Ia sudah pasti menduga Rio bakalan selalu membawa sesuatu jika datang ke sini. Ia sangat menyayangi yang namanya anak-anak dan selalu perduli sama orang lain. Ia tak meragukan Rio lagi.
"Anak-anak tidur dari sore tadi. Kelihataannya mereka capek habis main di luar tadi."
Dan Rio mengangguk.
"Aku juga suka sama anak kecil, gemesin. Jadi gak sabar mau ketemu anak-anak." ucapnya senang.
Hani terhenyak mendengar anak perempuan itu berbicara dengan kekehan senangnya, sedetik kemudian Hani membalas tatapan anak itu. Ntah kenapa hatinya tertarik untuk mengenal lebih dekat kepada gadis ini.
"Bentar lagi mungkin mereka bangun. Kamu bisa bermain sama mereka. Anak-anak juga baik kok cuman ya sedikit bandel."
"Iya bu, aku juga maklum kok. Namanya juga anak kecil." Thania tersenyum.
Hani tergelak melihat raut wajah Rio yang mendadak cemberut menatap gadis di sebelahnya. Berbeda dengan Thania yang tampak masa bodoh dengan ekspresi Rio.
"Kamu kenapa Rio? Kok cemberut gitu?" tanya Hani. Sontak saja Thania melirik.
"Pacar aku nyuekin aku, bu. Padahal aku di sampingnya dari tadi gak di ajak bicara juga. Udah di kasih kode 5 kali tapi gak di respon, soalnya dia susah banget peka nya." sindir Rio melirik Thania yang tersenyum lurus. Sebenarnya gadis itu malu harus di kerjain Rio terus, apalagi di depan bu Hani.
Diam-diam Thania menginjak kaki Rio keras, laki-laki itu mengerang sakit dengan menahan jeritan. Terlihat dari raut wajahnya yang meringis dan memerah.
"Kok kamu jahat sih sama aku?" bisik Rio mendekatkan diri.
"Rasain. Siapa dulu yang mulai." Thania memeletkan lidahnya. Hal itu membuat Rio gemas. Ia mencubit kedua pipi Thania tidak perduli ada Hani yang terkekeh melihat keduanya.
"Aduuhh! Sakit Rio! Jahil banget sih," adu Thania memukul Rio berulang kali. Rio yang dipukul bukannya menjerit malah meledakkan tawanya.
Rio keliatannya senang banget sama gadis ini. Tawa yang tidak pernah aku liat semenjak kejadian itu, batin Hani memaksakan senyum dengan raut wajah sendu.
Sadar akan ekspresi wanita di depan mereka lantas keduanya bersedekap. Thania kembali merapikan penampilannya yang sempat berantakan. Merasa tak sopan bersikap kekanakkan di depan Bu Hani.
"Aduh, maaf bu. Kami bukannya bermaksud gak sopan. Tapi--" Thania menajamkan matanya. "Nih, si Rio yang mulai duluan."
Rio menunjuk dirinya dengan wajah mengerut dan alis bertaut. "Kok aku? Salah sendiri siapa yang buat aku gemes."
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Boyfriend [SEGERA TERBIT]
Fanfiction[SELESAI REVISI] Cerita yang penuh teka-teki membuat para readers bukan saja menikmati kisah percintaan, namun juga membuat kalian untuk menerka alur yang terjadi. Bayangkan gimana cowok yang terkenal akan kedinginannya dan sifat ketusnya mencinta...