30. Semu

59 10 0
                                    

Meja kayu di tengah ruangan itu diketuk oleh buku-buku jari seorang nona, menyadarkan si pelamun supaya tertarik kembali ke pusaran problematik. Menjemput malam, konversasi ini tidak kunjung selesai dan semata-mata melewati detak jam yang melebur, sesaat, Victoria Jang mencoba menghela napas. Garis-garis saling berdistansi tanpa terhubung, terus-menerus memecah sebagai enigma. Theo merupakan penjahat sebenarnya, sebuah tuduhan, tetapi bukan hanya sebatas itu. Jadi, mari dengarkan baik-baik.

Yang pertama kali terdengar adalah gonggongan anjing. Apa yang terlihat oleh mata adalah mayat-mayat terlelap. Sepasang tapak sepatu memijak segenang darah, mengotori langkah kakinya sendiri. Ia berjalan sarat antipati dan senjata api di bawah kendalinya. Semua terjadi begitu saja, pertemuan ganjil yang membuat netra mereka bertemu di antara udara kosong. Theo masih bergeming, aparat-aparat berseragam menghadangnya tepat di ambang unit 203, seorang nona dengan lencana kepolisian sejenak menurunkan todongan pistol. Sementara Theo menangkap tatapan sang nona, katupnya terbuka meluncurkan patahan kata, "Aku tidak melakukannya."

Tapi malam ini, malam berikutnya, Victoria akhirnya tahu kegilaan macam apa yang diciptakan Theo selama bernapas sendirian. Tidak memiliki izin kepemilikan senjata api, suara tembakan dalam unit apartment dan kejahatan-kejahatan yang pria itu lakukan setelah bebas dari lapas remaja bertahun-tahun lampau. Selain itu, tidak ditemukan korban penembakan ataupun mayat yang mati-matian ia sembunyikan seperti pengakuannya. Benar-benar tidak ada. Theo, laki-laki yang selalu mengulurkan tangan, lelaki yang saat ini hancur sedalam-dalamnya. Si nona akan berbicara, melupakan sekelumit bayangan obat-obatan di ceruk tempat sampah, rekam medis atas nama Theo dan psikiater yang menangani pria itu nyaris satu dekade. Victoria hanya mengatakan, "Katakan kenapa aku harus menyelamatkanmu."

Pentigraf Februari LFFL #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang