24. Our Journey

37 11 0
                                    

Jeremy memberi seluruh uang tabungan kami selama beberapa tahun kepada sahabatnya Thomas. "Hitunglah." Seru Jeremy, Thomas menggeleng. "Aku percaya padamu." Sepersekon kemudian Thomas menyerahkan kunci kepada Jeremy, "Sungguh keputusan gila, tapi kuharap kalian akan bersenang-senang." Thomas memukul lembut mobil Mercedes-Benz C200 tua itu. "Aku sudah mengecek seluruh mesinnya, dan tidak ada masalah. Kalian bisa sampai ujung dunia dengan mobil ini." Tawa kami meledak mendengar gurauan Thomas.

"Siap?" Aku dan Jeremy sudah berada di dalam mobil yang baru saja kami beli dengan uang tabungan untuk pernikahan kami berdua, aku mengangguk semangat. Berhari-hari kami menjelajahi San Diego, mulai dari Old Town, Monumen Nasional Cabrillo, bermalam di parkiran pantai La jolla Shores, dan bersenang-senang di San Diego Zoo. Bahkan bertemu dengan beberapa orang asing yang menjadi teman saat kami berpesta di sebuah bar di sekitaran The Gaslamp Quarter. Tiga minggu sudah kami menjelajahi kota San Diego, tidur di mobil, hotel atau bahkan menginap di rumah kenalan baru selama perjalanan kami. Kehabisan uang lalu melakukan pekerjaan paruh waktu di restoran cepat saji adalah keseharian kami. Menyusahkan tapi aku sangat bahagia karena melakukannya bersama Jeremy.

Saat Monica, seorang teman baru mengadakan pesta pertunangannya dengan sang kekasih, Jeremy melamarku dan mengajakku menikah di hari itu juga. Gila memang, tapi kami menikah di pesta pertunangan orang lain. Jeremy dan aku mengucapkan janji di hadapan seorang pendeta yang kebetulan hadir di pesta Monica, "Aku bersedia." Ucap kami berdua. Kami berciuman, Jeremy mengecup keningku lalu berbisik. "Aku mencintaimu." Semua orang bersorak riang dan bergantian memelukku untuk mengucapkan selamat. Namun tiba-tiba semuanya kabur, Jeremy mengabur, Monica yang tengah memberiku segelas wine pun mengabur kemudian lambat laun menghilang dan hanya menyisakan cahaya yang sangat terang. Samar-samar aku mendengar suara hentakkan kaki dan pintu yang tertutup. Dengan susah payah aku mencoba membuka mataku, aku melihat kaki seseorang yang tengah berdiri di hadapanku. "Sampai kapan kau akan seperti ini? Jeremy pun akan sedih melihat kau menyia-nyiakan hidupmu." Wanita itu menghembuskan napasnya berat dan berjalan menjauhiku. Mataku melirik pada sebuah sobekan surat kabar yang tergeletak di sampingku. Atlet Renang Jeremy Anderson tewas dalam kecelakaan pesawat saat akan kembali untuk melangsungkan pernikahannya dari pertandingan di San Diego.

Pentigraf Februari LFFL #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang