Hana panik, tubuhnya bergemetar tangannya dingin dan berkeringat, napasnya terengah-engah. Sedang Hana juga dibuat bimbang oleh dua pilihan, yaitu melompat ke dalam laut yang dingin bak jarum yang menikamnya berkali kali, atau menunggu gilirannya diserang oleh bajak laut. Ia merintih ketakutan, lalu ia mencoba mengambil tindakan dengan mengandalkan sebuah potongan kayu dari kapal yang sudah tua dan rapuh. Hana mengumpulkan keberanian untuk melawan pemberontak bajak laut yang menyerang kapalnya yang tengah berlayar. Menakutkan, hanya tersisa beberapa orang yang masih berperang dengan anak buah bajak laut. Lainya sudah mati tergeletak berlumuran darah di sekujur tubuhnya.
Tragis, yang ada dalam benak Hana sekarang adalah dendam. Ah sialan pikirannya sekarang sedang bergelut. Bodoh! di kapal ini kan ada sebuah sekoci, ia bisa menggunakannya untuk menyelamatkan diri, tetapi itu terlalu egois. Hana berlari mendekati anak buah bajak laut yang menggenggam pedang, yang tajamnya seperti goresan luka dari Sang mantan, ah tidak, lebih dari itu, jika terkena akan lebih menyakitkan. Hebat!, tidak sia-sia ia melihat ayahnya yang seorang prajurit kerajaan, berkelahi dengan para penjahat. Mereka berperang, kayu itu mendarat pada kepala lawanya, membuat luka yang cukup sangat dalam hingga mengeluarkan darah. Tenaganya sudah hampir habis sekarang. Tapi Hana tidak boleh menyerah. Jika tidak ada drama pembajakan kapal pasti ia sudah sampai di pulau di mana kekasihnya berada dan tidak akan bertahan diganasnya ombak lautan yang cukup membuat ia mabuk laut seperti ini.
Ia menangis sambil terus menyerang para anak buah bajak laut yang agaknya tidak memiliki hati, atau mungkin sudah mati rasa. Sial, pedang milik salah satu anak buah bajak laut mendarat tepat di lehernya membuatnya ia lemah tak berdaya, semua barang berharga yang ada dikapal sudah dirampas oleh bajak laut. Hanya tersisa mayat para penumpang kapal yang sudah tidak bernyawa. Perlahan para bajak laut dan anak buahnya meninggalkan kapal karena sudah tidak ada lagi yang tersisa, padahal Hana hanya berpura pura memejamkan mata, dan belum mati. Tapi lukanya sungguh sangat parah. "Tolong" lirihnya pelan, perlahan hujan turun menyebabkan rasa perih di sekujur luka Hana. Ia hanya bisa menangis kesakitan. Berharap ada keajaiban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pentigraf Februari LFFL #3
FanficEVENT PENTIGRAF KAMPANYE LFFL #3 Yuk, baca hasil karya anggota kepenulisan LFFL angkatan ketiga! ©2021