35. Terperangkap, Lagi

29 12 0
                                    

Di momen Allura mengegah keluar dari kamar mandi, nabastala telah kehilangan baskara. Kini seulas kirana dari gemintang yang menjadi penerang. Jam dinding dipindai singkat, pukul tujuh malam. Si puan yang daksanya dibalut selapis kain satin tersebut mengarungi dingin geladak ruangan, menuju sudut di mana terdapat meja belajar. Citta ingin melancarkan pikir dan lisan di lektur yang petang tadi ia sanggam dari taman pustaka. Lamun kerut dahi terpampang kemudian, bertanya pada angin mengapa posisi tiga sampul tak lagi seperti terakhir dilihatnya. Mula mereka bertumpuk rapi, tetapi kini berceceran tanpa atur. Abai, sang mudi itu menarik sampul tergelap. Mission Completed, titelnya. Lektur ini dipilih akibat salah seorang tokoh mempunyai asma yang sama dengan si dara; Allura. Pula blurb menarik yang sempat dibaca cepat.

Indurasmi mengintip dari celah jamanika, anindya sekali. Satu sekon berlalu, derai terdengar seiring suhu udara yang turun secara perlahan. Allura membawa semampainya ke atas kasur ditemani setoples keripik kentang kiriman ibu minggu lalu dalam dekap. Lembar demi lembar mulai puan itu rapal seksama, terjun pada alur yang dicipta. Dibarengi mulut yang sibuk mengunyah, menghasilkan bunyi krauk cukup nyaring. Rintik kecil berubah menjadi hujan deras, langit menggaung disertai kilatan marah. Darah muda itu terkesiap seraya manik memirsa kaget. Tetiba saja hatinya dijejali gundah gulana. Dia menyudahi kegiatan membaca, menaruh novel bersisian dengan toples di meja telepon lantas menenggelamkan tubuh dalam naungan gebar yang tebal; berusaha terlelap kendati jam tidurnya masih lama.

Alih-alih pergi ke alam mimpi, Allura justru semakin terjaga tatkala mendapati pancaran cahaya dari novel yang baru saja dibaca. Kian lama kian benderang sehingga gadis ayu itu harus menempatkan sebelah tangan di ambang nayam, menghalau si bagaskara. Lantas Allura mengerjap-kerjap lima detik kemudian, disaat cahaya itu telah sedikit memudar. Belum sempat organ detaknya kembali tenang, kejutan lain telah hadir. Kini Allura tidak lagi berbaring di tilamnya, melainkan telentang di tengah padang ilalang. Tergabas, Allura membawa daksa agar terduduk, netra hijaunya mengedar pandang ke sekitar. Bersama mata membulat serta dada yang berdentum cepat, puan itu berkalimat jengah, "Serius!? Terjebak dalam novel untuk ke sekian kali!? Menyebalkan!"

Pentigraf Februari LFFL #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang