Sore itu, tatkala Jinna menapakkan kakinya tepat di depan rumah berpagar hitam yang terlihat normal, tak jauh dari komplek perumahannya, ia kembali diserang ragu. Pasalnya, ini Taehyung. Entah angin apa yang mempengaruhi si Kim itu kala tadi saat jam makan siang, menghampiri dirinya untuk ajak kerjakan karya ilmiah bersama di kediamannya. Duh, alasan itu masuk akal sih, memang kenapa pula Bu Jang memasangkannya pada laki-laki berobsidian kecoklatan itu? Seperti tidak ada orang lain, saja. Toh, Jinna sendiri tak pernah jalin konservasi dengan Taehyung walau sudah dua kali menempati kelas yang sama, jadi yang tadi siang itu percakapan pertama. Bisa ia hanya mengenali Taehyung dari selentingan rumor yang beredar tentangnya, seperti mengenai laki-laki itu pernah terlibat dalam geng rahasia yang menjadi otak tawuran setahun lalu, merupakan anak mafia terkenal di Seoul, juga rumor mengenai kakaknya yang gila.
Sejak dahulu, Jinna tak pernah percayai soal rumor apapun, ia anggap semuanya adalah mitos yang diciptakan sebagai ekspektasi seseorang. Lagipula, dirinya jauh lebih percaya atas pengamatan serta tingkah laku yang didasarkan atas asumsinya. Si Kim itu tak pernah absen kerjakan tugas rumah, juga jarang tidak masuk. Lalu, dengan kacamata besar yang bertengger di hidung, memangnya ia cocok masuk ke sebuah geng berandalan? Astaga, dari cara berpakaiannya saja ia lebih cocok memasuki kategori laki-laki giat belajar yang tak peduli sekitarnya. Keraguan si gadis Song itu berakhir, ia akhirnya ketuk pintu dua kali, lalu tekan bel yang tinggalkan suara gemerincing di bagian dalam. Tak butuh waktu lama, indra pendengarannya tangkap langkah kaki yang berderap mendekat.
Pintu terbuka sejemang kemudian, tampilkan presensi Taehyung yang dibalut kemeja putih yang juga membalut tubuhnya di sekolah tadi. Dua kancing teratasnya terbuka, pamerkan leher jenjang juga bagian atas dadanya. Kacamata miliknya itu masih bertengger di tempat yang sama, sedikit turun di tempatnya. Jinna refleks lemparkan senyum sebab tak tahu harus buat apa, yang dibalas Taehyung dengan seutas senyum tipis yang terlihat manis, memang tidak dapat dipungkiri sebab ia punya wajah yang paripurna. "Eh, ayo, masuk-KIM NAMJOON!" Tak butuh satu kalimat oktaf suara si Kim memuncak tiba-tiba, dan tatkala kesiur angin tiup rambut Jinna, serta sebelum gadis itu menyadari penyebab teriakan lawan bicaranya, benda tajam sudah terlanjur menusuk punggungnya. Raganya seolah melemah bak kapas, masih dapat ia tangkap teriakan kedua Taehyung yang kini suarakan namanya, juga sentuhan laki-laki itu di kedua tangannya, sebelum akhirnya, benda tajam itu menusuk untuk yang kedua kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pentigraf Februari LFFL #3
FanfictionEVENT PENTIGRAF KAMPANYE LFFL #3 Yuk, baca hasil karya anggota kepenulisan LFFL angkatan ketiga! ©2021