XI. Sup Buatan Mamah

58 8 0
                                    

Jika Ash ditanya masakan apa yang ia sukai dari mamahnya, gadis itu akan lantang menjawab, "Sup buatan Mamah yang terenak!" Seperti hari ini, Ash menunggu Mamahnya memasak sup daging yang katanya hadiah. Dagingnya berwarna merah segar dan cantik, katanya lagi. Ash dengan rasa penasaran bertanya pada mamahnya, "Mah, tetangga mana lagi yang memberikan kita daging?" tanya Ash begitu ia mencium bau daging yang lezat. Mamahnya hanya mengatakan bahwa daging itu dari tetangga. Ash hanya tertegun sejenak. Ia kemudian kembali mengingat hal yang ia lupakan hari ini. Nihil, ia tak ingat mengenai tetangga baru yang diberitahu mamahnya. Ia lantas mendekati mamahnya dan mendapati darah segar mengalir di wastafel. Gadis itu hanya terdiam. Ia mengamati wajah mamahnya yang pucat. Seakan baru saja melihat sesuatu yang membuatnya takut. Lagi, Ash melihat jemari mamahnya bergetar setelah melihat isi bungkusan tadi.

"Ash, kau tahu Sae tetangga sebelah?" tanya Mamah menatap wajahnya langsung. Ash mengangguk perlahan. "Dia anak begundal yang sering mengejekku tak punya Ayah," jelas Ash kesal. Mamahnya semakin tertekan. Wanita berusia 45 tahun itu lalu terisak begitu pilu. Ia merasa kali ini mamahnya terlalu emosional. Biasanya kan memang dia sering diejek Sae. Ash menyerah, ia akhirnya bertanya, "Mah, sudah biasa 'kan jika Sae mengejekku. Tak perlu seemosional itu. Suatu saat dia pasti berhenti."

"Kau benar, dia telah berhenti. Lihatlah," ucap Mamah Ash dengan wajah yang tersenyum senang. Padahal, beberapa saat lalu, Mamahnya itu terisak begitu keras. Ia menunjukkan sebuah kantung plastik hitam yang terbuka. Kini, Ash yang berganti pucat. Ia memandang Mamahnya yang tersenyum begitu cantik. Kemudian, memandang isi bungkusan tadi. Rasa mual, takut dan sedih membuat Ash hanya dapat tertegun di sana. Bau amis pun begitu tercium saat Mamahnya memindahkan potongan jemari Sae dan menyisakan kepala Sae yang menghadap ke arahnya. Ini mimpi buruk! Ash terus berusaha mengalihkan perhatiannya. Namun, dekapan Mamah di belakang punggungnya membuatnya semakin sulit, "Anak nakal harus dihukum, Ash. Mamah sudah membuang lidah jeleknya dan menyisakan dagingnya untukmu agar dia tak mengganggumu lagi. Ambil mangkukmu, sebentar lagi supnya matang."

Pentigraf Februari LFFL #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang