Pernahkah terselip ke dalam kotak pikiranmu yang kecil itu bahwasanya udara yang kau hidu tepat pada detik ini bisa saja menjadi partikel napas terakhirmu? Kalau boleh jujur, well, kotak pikiranku menampung hal-hal yang rasa-rasanya jauh lebih mengerikan, hal-hal yang sanggup mengikatmu erat ke dalam mimpi buruk dan membawamu berpijak ke atas neraka. Nenek berkata, kiranya hal yang seperti itu mampu membuatmu seolah akan mati kapan saja. Kau tidak akan pernah bernapas dengan tenang, dadamu akan selalu merasa terdesak, kepalamu semakin penuh, dan hal paling menariknya pikiran bawah sadarmu akan memaksamu melakukan segala cara untuk bisa tetap hidup. Namun kembali lagi, hal ini hanyalah sekelumit fakta kecil yang disembunyikan di sudut ruangan. Karena sejatinya, kita hanya perlu terus bertahan, toh memang beginilah bagaimana kami—para pendosa—hidup.
Hujan mendera deras tepat di samping telinga. Aku melangkahkan kaki cepat dan berhati-hati mengingat banyaknya genangan air yang tercipta, jalan yang menurun juga jelas tak memberi bantuan apa-apa. Jadi mendorong beban tubuh ke arah belakang, aku menuruni jalur sambil mengeratkan tas yang ada di pelukan dan berusaha keras untuk tidak mati tergelincir. Jas hujan yang membalut diri kian terasa berat. Jantung setengah berpacu, napas mendadak tersendat. Bulu-bulu halus pada bahuku bergidik, seolah seseorang hendak mendorong atau sekonyong-konyong menghujamkan mata pisau ke arah punggung. Pergi keluar rumah di saat awan mendung dan hujan deras memang tak pernah menjadi opsi bagus. Namun tatkala mendapati pekarangan dengan pohon mangga dan pagar putih, aku menghembuskan napas lega. Menarik kupluk jas hujan terbuka, aku baru saja ingin mengeluarkan kunci rumah jika saja Jeon Jungkook tidak berdiri di sana—tepat di depan undakan rumah, mondar-mandir gelisah sembari menggigiti jari. Dengan perasaan resah, aku mengeratkan genggaman pada tas dan menghampiri Jungkook perlahan. "Ada perlu apa?" tanyaku. Jungkook melangkah mendekat, air di rambutnya sedikit menciprati wajah tatkala pria itu memegangi bahuku erat, menatap penuh harap, "Kau melihat Jimin?" balasnya balik bertanya. Aku menggelengkan kepala. "Tidak," jawabku, lantas merenggangkan bahu guna melepaskan pegangan tangannya. "Aku tidak melihatnya. Ada apa?" Jungkook mengusap wajah yang mulai dibanjiri air hujan, satu tangan dipakai berkacak pinggang dan satunya lagi menyibak rambut. "Dia belum pulang sejak kemarin lusa."
Tentu saja dia belum pulang. Menghindari tatapan mata, secepat mungkin aku mencoba memutus konversasi dengan menyahut cepat, "Coba hubungi dia sekali lagi. Maaf, aku tidak bisa membantumu dengan hal itu." Kupikir aku bisa lekas mencapai rumah, melepas jas hujan, berganti pakaian dan menyalakan penghangat. Akan tetapi, apa yang diharapkan oleh pendosa sepertiku jika dihadapkan oleh iblis seperti Jeon Jungkook? Dalam sekejap mata, lelaki itu menarik tas dengan kuat, mencoba merebutnya dari tanganku. Aku berusaha menyingkirkan tangannya, tetapi ia sudah keburu mendapatkan benda itu dan membuka resleting. Kepala Jimin jatuh menggelinding dari sana. Darah dari lehernya bercucuran, berbaur dengan aliran air hujan. Bau busuk menyengat dan besi berkarat berpadu-padan dengan aroma tanah basah. Jungkook nampak terdiam, maniknya menatap lurus ke arah kepala Jimin yang tergeletak di tanah dengan mata terbuka. Dengan tubuh bergetar, aku menyaksikan lelaki itu berjongkok perlahan, membolak-balikkan kepala Jimin. "Kenapa kau merebutnya?" ucap Jungkook. Lelaki itu lantas bangkit, kedua tangannya meraih leherku cepat dan mencekik erat. Ia menekan dan semakin mendorongku ke tanah. Dengan wajah yang memerah, aku yang nyaris putus asa berusaha membuat tangannya lepas—memukul, menghantam, mencakar. Namun melihat iris jelaganya yang meredup sekaligus berkobar dipenuhi api amarah, adalah hal mustahil untuk menyelamatkan diri sementara Jungkook berucap, membisikkan teror ke seluruh tubuh, "Kenapa kau merebut bagianku? Bukannya aku sudah bilang untuk menumbalkan orang lain selain Park Jimin?" []
KAMU SEDANG MEMBACA
Pentigraf Februari LFFL #3
FanfictionEVENT PENTIGRAF KAMPANYE LFFL #3 Yuk, baca hasil karya anggota kepenulisan LFFL angkatan ketiga! ©2021