III. Lolipop Mengkilap

41 7 2
                                    

     Hari itu aku baru saja pulang dari tempat les harpa sekitar jam sembilan malam. Ibu dan ayah tidak sedang berada di rumah, jadi mereka membiarkan aku—si gadis kecil berumur sepuluh tahun ini pulang sendiri di malam hari. Tidak, rumah tidak pernah sepi meski tanpa pelayan keluarga, karena adikku—Areum akan membuat rumah seperti kapal pecah. Seharusnya hari ini adalah jadwalnya untuk mengunjungi psikiater, tapi ia tidak bisa pergi tanpa ibu. Alih-alih istirahat, aku lekas membersihkan karya seni Areum di lantai. Hal ini seperti rutinitas wajib jika ayah dan ibu pergi. Aku tidak keberatan, karena aku benar-benar menyayangi Areum seperti aku menyayangi diriku sendiri. Areum selalu saja mengoceh dan tertawa kencang ketika kumandikan, ia menarik rambutku kesana kemari membuatku pusing tidak karuan. Ah Areum benar-benar tahu cara memperlakukan kakaknya.

     Jam besar di ruang tengah berdengung kencang ketika jarum pendek dan panjangnya berada tepat di angka dua belas. Areum tiba-tiba bangun dari tidurnya langsung merengek minta makanan. Bubur yang dibuatkan ibu sudah habis dua jam lalu. Aku memutuskan untuk pergi ke dapur dengan menggandeng tangan Areum yang setengah tertidur. Aku mengambil pisau kecil untuk memotong beberapa sayuran, tapi Areum malah menarik piamaku sambil terus mengulang kata yang sama. "Aera-ya, aku ingin lolipop!" Aduh, aku tidak punya lolipop. Melihat ekspresi sedihku, tangan Areum menarik sekuat tenaga piamaku sampai kancingnya terlepas. Aku menghelas napas gusar, kemudian memberikan pisau kecil ditangaku. "Ini lolipop keluaran baru, Areum-ah. Eonnie baru membeli sore tadi. Lihatlah bagaimana lolipop ini mengkilap seperti mobil Ayah." Areum tertawa sambil bertepuk tangan kencang. Ia langsung merebut pisau kecil itu dariku kemudian memasukkannya ke mulut, mengulumnya dengan sangat nikmat. Pisau yang disebut-sebut sebagai lolipop itu mengeksplor mulut Areum lebih dalam sampai keluar cairan kental warna merah. "Aera-ya, rasanya amis!" Aku tersenyum kemudian mengelus puncak kepalanya. "Jika langsung masuk perut, rasanya akan manis seperti semangka." Bibir Areum mengerucut lucu. "Tapi lolipopnya susah ditelan." Aku mengelus pelan perut buncit Areum sambil berkata, "Kenapa Areum tidak coba tusukkan lolipopnya di perut?" Saran dariku menuai senyum terbaik darinya. Aku memilih untuk kembali ke kamar guna melanjutkan tidurku, membiarkan Areum yang sudah menemukan lolipop kesukaannya. 

     Keesokan harinya ketika aku bangun dari tidur, aku mendengar suara tangisan ibu dan ayah di ruang tengah. Wah kurang ajar, mereka pulang tanpa membangunkanku? Aku beranjak kemudian keluar dari kamar tidur. Ternyata bukan hanya ayah dan ibu yang berada di sana, tapi juga ada dua orang berseragam polisi berdiri di dapur dan satu orang yang terus memotret. Di depan ibu dan ayah ada sebuah peti berukuran kecil. Oh, ternyata Areum sedang tidur disana. Huh, ternyata mereka pulang hanya untuk menemui Areum? Apakah mereka tidak tahu perjuanganku tadi malam? Ah tidak boleh begitu, tugas kakak memang harus mengayomi adiknya, 'kan? Semakin bertambah menit dan jam, rumah mulai ramai. Banyak teman-teman ayah dan ibu datang berkunjung, bahkan Paman Gihoon datang dan memintaku untuk berganti pakaian. Sudah tiga puluh menit aku menangis dan Paman Gihoon terus memberikan usapan di pucuk kepala untuk menenangkan. Huft, Film Pawn benar-benar menyedihkan. Paman Gihoon tahu saja apa yang bisa membuatku menangis seperti ayah dan ibu.

Pentigraf Februari LFFL #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang