"berapa lagi yang kau butuhkan?" Tanya Jeno, melepas helm yang ia kenakan.
"Tujuanku memanggilmu kemari bukan untuk itu"
"Lalu?"
Dengan cepat Winter mengeluarkan kartu yang sudah ia taruh di saku celanannya sedari tadi. Lalu menyerahkan kartu itu pada Jeno.
"Aku sudah tidak membutuhkannya lagi" ujar Winter, masih mempertahankan wajah tanpa ekspresinya.
Jeno terkekeh pelan, kemudian mengambil kartu itu dari tangan Winter.
"Isinya masih sama seperti yang kau berikan, urusan kita sudah selesai, lupakan apa yang pernah kita lakukan beberapa waktu lalu"
Setelah mengatakan itu, Winter berbalik memunggungi Jeno dan melangkahkan kedua kakinya dengan cepat, meninggalkan Jeno yang terdiam sembari menatap kartu miliknya.
"Tunggu!"
Winter menghentikan langkahnya, sedikit membalikkan tubuhnya guna menatap Jeno. Refleks gadis itu memundurkan tubuhnya karna tiba-tiba saja Jeno sudah berada di belakangnya.
"Jangan biarkan lehermu terkena udara malam" ujar Jeno sembari melilitkan syal rajut yang ia kenakan beberapa saat lalu.
"Kau tidak perlu melakukannya"
Jeno hanya diam seraya merapikan syal rajut hitamnya di leher Winter.
"Suka, tidak suka, jangan dilepas hingga kau kembali" ujar Jeno.
Winter sedikit mengangkat kepalanya, menatap lelaki yang 1 jangkal lebih tinggi darinya.
"Besok aku akan pergi ke Amerika bersama Chaeryeong, kau tidak mau bertemu dengannya? Dia terus menanyakan keberadaanmu yang hilang tanpa jejak setelah ujian"
Winter sangat tau akan hal itu, terlihat dari pesan yang dikirim Chaeryeong hampir setiap hari, namun ia sama sekali tak membalas pesan Chaeryeong. Gadis itu terlalu malu untuk bertemu sahabatnya itu. Mengingat ia yang hampir menjual tubuhnya pada kakak laki-laki dari sahabatnya.
***
Malam berganti dengan cepat, Winter segera membereskan tempat tidurnya dan bersiap menuju minimart.
Hanya butuh waktu 18 menit, gadis itu tiba di minimart.
"Selamat pa-"
"Kim Winter, ke ruanganku sekarang"
Winter memandang punggung atasannya yang sudah menghilang diantara pintu, kemudian beralih menatap rekan kerjanya yang sudah bersiap untuk pulang sembari berbicara dan tertawa lucu bersama perempuan asing disampingnya.
Firasat Winter mengatakan, ini bukanlah hal baik untuknya, segera ia masuk kedalam ruangan atasannya dan duduk dikursi yang ada didepan sang atasan. Keduanya hanya dibatasi meja kayu yang cukup usang.
"mulai hari ini, kau tidak perlu datang untuk bekerja lagi Winter" ucap atasan pria itu sembari menyodorkan seamplop putih diatas meja.
"Ini upahmu, sebagian kupotong untuk ganti rugi semalam"
"Ganti rugi semalam? Ma-"
Pria itu mengangkat satu tangannya, membuat Winter menghentikan ucapannya.
"Bora sudah membawa penggantimu, kau bisa pergi sekarang"
"Anda hanya mendengar sebelah pihak, bukankah seharusnya Anda mendengar penjelasanku juga?"
"Aku lebih mempercayai Bora ketimbang dirimu, dia sudah bekerja dalam waktu yang lama untukku dan hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya"
Winter memejamkan matanya untuk sesaat, berusaha menenangkan pikirannya. "Aku tidak mengerti, maksud dari 'hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya' , tapi untuk pastinya, Anda bisa mengecek kamera pengawas yang ada"
"Bukankah kau sendiri tau, kamera pengawas disini sudah tidak berfungsi sejak minggu lalu"
Terdiam, gadis itu bahkan tidak tau tentang kamera pengawas yang sudah tidak berfungsi. Tanpa banyak bertanya lagi, Winter mengambil amplop putih diatas meja secara kasar, lalu keluar dari dalam sana.
Dengan napas mengebu-ngebu, Winter menghampiri Bora, rekan kerjanya itu sebelum ia dipecat.
"Kau sudah bosan hidup sepertinya Sung Bora" umpat Winter sebelum melayangkan pukulannya.
***
Winter mengusap kasar sudut bibirnya yang terluka, mengabaikan tatapan aneh dari orang-orang yang melewatinya. Rambut acak-acakkan dan terdapat lebam dibagian wajahnya.
Langkah gadis itu memelan saat hampir dekat dengan rumahnya. Barang-barang miliknya sudah berada diluar rumah.
Tak lama kemudian, muncul lah wajah wanita paruh baya yang mengusir Winter beberapa minggu lalu.
"Hah! Sudah kuduga kau masih kembali ke rumah ini.... Ckck! Nasib kakak ku sungguh malang sekali harus bertemu dengan gadis sepertimu" ujar Wanita itu sembari menggelengkan kepalanya melihat penampilan Winter.
"Bibi-"
"Aku bukan bibi mu! Pergi dari hadapanku sekarang juga!" Setelahnya, wanita itu membanting pagar kayu yang masih berdiri kokoh, membuat tubuh mungil Winter sedikit berjengit.
Winter mengadahkan kepalanya, rintik hujan mulai turun sedikit demi sedikit, membasahi ujung kepala hingga ujung kaki gadis itu.
Hidup tanpa uang, bagaikan taman tak berbunga.
KAMU SEDANG MEMBACA
⚠️ MONEY ⚠️ ( Jaemin X Winter )
FanfictionUang, siapa yang tidak suka uang? Tentu saja 99,9% manusia menyukai uang. Selama ada uang, semua akan terasa mudah. Lantas, apakah uang bisa menghidupkan kembali orang yang sudah pergi untuk selamanya? M O N E Y : : : CAST • Kim Winter ( Aespa ) •...