M O N E Y :: 26

3.9K 465 41
                                    

"Nona..."

"Nona... Anda sudah di rute terakhir kereta" panggil salah satu petugas wanita sembari menepuk pelan bahu Winter.

Perlahan, Winter membuka kedua matanya yang terasa perih, ntah sudah berapa lama gadis itu menangis hingga kedua matanya membengkak.

Menatap sekitar sudah kosong, penumpang yang tersisa hanya dirinya seorang.

"Nona, apa anda baik-baik saja?" Tanya petugas wanita itu, menatap robekan pada lengan pakaian Winter dan terdapat goresan luka yang sudah mulai mengering disana.

Winter mengangguk pelan sebagai jawaban, lalu bangun dari duduknya, sekedar mengucapkan terima kasih pun sulit untuk gadis itu, meski dirinya ingin.

Dengan langkah berat, Winter terus berjalan keluar, gadis itu sudah terlalu jauh dari tempat tujuannya. Ia hanya ingin pergi ke rumah abu, bertemu sang Nenek disana.

Winter, sudah merasa sangat lelah untuk menangis, dalam hati ia terus memaki dirinya sendiri, memaki dunia yang tak pernah berpihak padanya.

"Bangsat! Sial! Apa ada hari yang lebih sial lagi? Kenapa? Kenapa aku harus dilahirkan jika pada akhirnya kalian membuangku!?" Umpat Winter seraya berteriak, otomatis membuat para pejalan kaki disekitar menatap aneh ke arah gadis itu, jangan lupakan penampilannya yang sangat kacau.

"Bodoh... Apa yang bisa kau lakukan? Kau... sangat tidak berguna... Sungguh... Sangat tidak berguna..." Mengusap kasar air mata yang hendak kembali jatuh, rasanya ia ingin melompat saja ke arah rel dan membiarkan tubuhnya hancur berkeping-keping.

"Begitulah hidup! Kalau mau menyerah, menyerahlah!" Teriak pria asing dari sebrang rel, lalu tertawa terbahak-bahak bersama teman-temannya.

Winter hanya menoleh sedikit ke arah gerombolan pemuda di sebrang rel, lalu berlalu meninggalkan tempat. Bagi orang-orang, mungkin ia terlihat seperti lelucon saat ini, terlihat lemah dan tidak bisa bertahan hidup di dunia yang kejam ini. Andai mereka berada di posisi gadis itu, mungkin mereka tak akan menganggap umpatannya sebagai lelucon.

***

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, akhirnya gadis itu kembali ke Seoul setelah mengujungi rumah abu, tempat peristirahatan terakhir sang Nenek.

Dengan langkah berat, Winter terus melangkahkan kakinya perlahan hingga berhenti tepat didepan toko buku Mark yang sudah tutup. Dari luar, Winter melihat toko buku Mark, beberapa lampu masih menyala, padahal mobil Mark sudah tidak ditempat, yang menandakan seharusnya pria itu sudah pulang.

Kening gadis itu mengernyit pelan saat melihat pintu toko yang tidak terkunci, menggeser pintu dihadapannya perlahan, samar-samar, Winter mendengar suara lain dari dalam.

"Aku tidak mau melakukan operasi itu!"

"Tenanglah Haechan, ini semua demi kebaikanmu" sahut suara wanita paruh baya didalam.

Kening Winter semakin berkerut mendengar nama 'Haechan' , apakah Haechan yang didalam itu adalah sang penulis yang selalu ia kagumi, atau Haechan lainnya?. Menggeleng pelan, Winter merasa tidak seharusnya ia menguping pembicaraan orang lain, baru saja gadis itu hendak menutup kembali pintu yang sudah terbuka sedikit, ia mengurungkan niatnya, dikala mendengar percakapan selanjutnya.

"Aku tidak butuh! Lebih baik aku buta selamanya Eomma... Jangan membuatku terlihat tidak berguna seperti ini"

"Kau sepertinya salah paham, aku menjual mobilku karna aku akan menggantinya dengan yang baru, dan tentang toko buku ini, ak-" itu suara Mark, terdengar lembut dan menenangkan.

⚠️ MONEY ⚠️  ( Jaemin X Winter )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang