EX - 5

1.3K 89 10
                                    

Dinginnya malam menyambut kulit putih nan halus milik Lia. Ramainya jalan membuat siapapun tidak sadar jika ia sedang menangis. Hiruk piruk jalanan kalah dengan rasa sesaknya.

Jadi begini rasanya jatuh untuk kedua kali?

Adelia, gadis itu berjalan tanpa arah hanya dengan bermodal nekat. Dirinya sama sekali tidak membawa ponsel apa lagi uang. Keluar rumah dalam keadaan seperti ini mana memikirkan uang.

Nafasnya terus berhebus. Matanya kadang terpejam menikmati angin malam yang menusuk. Papanya memang seperti itu jika marah, tidak pernah memikirkan sebab akibat setelah ia meluapkan emosinya.

Jujur, Lia sama sekali tidak berharap jika papa atau kembarannya menyusul, karena itu sangat tidak mungkin. Yang Lia inginkan saat ini hanya ketenangan, dengan begitu semua akan berjalan dengan baik-baik saja.

Sebuah motor berhenti di samping Lia. Awalnya motor itu nampak cepat tapi setelah memastikan jika seseorang yang tengah berjalan itu adalah Lia - seseorang yang ia kenal - akhirnya motor itu mendekat pada Lia.

Lia menoleh pelan kemudian membuang wajahnya ketika tau siapa orang yang sedang membawa motor tersebut.

Orang itu tidak berhenti, ia terus mengikuti Lia berjalan. Lia tidak nyaman. Ia berhentikan kakinya dan motor itu pun ikut berhenti.

"Sana! Ngapain ngikutin!" teriak Lia tidak suka.

Laki-laki yang mengendarai motor itu memarkirkan motornya lalu berdiri di depan Lia persis.

"Kenapa?" tanyanya begitu terdengar halus.

Lia membuang wajah lalu menggeleng. Dalam keadaan seperti ini mengapa Lia harus bertemu dengan laki-laki ini.

Laki-laki berjaket denim itu memegang kedua bahu Lia, memaksa Lia untuk menatap matanya agar ia bisa tau apa yang sedang terjadi.

"Lia, kenapa?" tanyanya lagi sangat halus.

Lia menggeleng, mencoba melepas tangan kekar itu tapi gagal.

"Lepas," cicit Lia.

Laki-laki itu menurut. Ia melepaskan tangannya tapi tidak semua, hanya tangan kanan saja sedangkan tangan kirinya masih bertengker di atas bahu.

"Cerita sama gue, lo ga mungkin gapapa."

Dengan mudah Lia melepaskan tangan yang satu lagi lalu ia menonggak menatap laki-laki tinggi dengan kulit kecokelatan, bermata kecil dan juga bibir yang indah.

Laki-laki yang sangat ia hindari namun selalu datang di saat waktu yang tidak tepat.

"Li ... " panggilnya.

Lia menggeleng, memandang wajah itu, "Gue gapapa, Dar."

Haydar, laki-laki itu menghela nafasnya berat. Ia tau bagaimana Lia, dan sekarang Lia sedang tidak baik-baik saja.

"Lo bohong."

"Gue gapapa, beneran."

Haydar menggeleng, "You lie. I know you're not okay."

Sekarang Lia yang menghela. Sulit sekali membohongi lelaki di depannya.

"Li, kita ga harus punya hubungan untuk saling memberi perhatian, kan? Ayolah, cerita, gue tau lo ga baik."

Memberi perhatian tanpa hubungan? Sama saja seperti makan nasi tanpa piring bukan?

"Gue gapapa, Dar. Lo ga harus tau tentang gue," Lia menelan silivanya, "Silahkan pergi, cewe lo menunggu."

Haydar, mantan kekasih Lia yang begitu amat berkesan untuk Lia kini kembali hadir dan memberikan sebuah harapan palsu yang tentu saja di tolak oleh Lia. Siapa memang yang ingin jatuh ke dalam lubang yang sama?

Ex-Lover [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang