Satu minggu setelah hari itu. Sifat Lia tidak ada yang berubah dengan orang tuanya terutama papahnya. Lia bertingkah sebaik mungkin dengan papahnya. Lia berusaha melupakan kejadian itu dan menganggap jika tindakan papahnya adalah sebuah teguran untuk tingkahnya.
Jika untuk Haydar. Lia menganggap seolah-olah dirinya tidak mengenal Haydar. Walau Haydar mengejarnya, memanggilnya layaknya orang gila dan membuat sebagian teman-temannya curiga, Lia tidak perdulikan itu.
Lia duduk di kursi makan. Mengambil selembar roti yang ia makan begitu saja. Lio memperhatikan tingkah adiknya yang terlihat seperti biasa tapi tidak dapat di pungkiri jika Lia pasti merasakan sakit hati.
"Lia?"
Lia menoleh pada mamahnya, "Kenapa, Mah?"
"Berangkat sama Lio atau di antar supir?"
Lia melirik Lio yang ada di depannya, kembarannya hanya diam.
Lia tersenyum, "Naik ojek aja, Mah."
"Sama Papah aja, ya?" tawaran Tasya tidak diterima oleh Lio. Tapi tidak dengan Gibran yang hanya diam menunduk mengaduk nasi gorengnya yang terasa hambar.
Lia tertawa hambar, "Aku sama Lio aja. Kasihan Papah kalo harus putar arah."
"Gue tunggu luar, ya." izinnya pada Lio. Lia langsung saja menyalimi mamahnya untuk izin pergi ke sekolah. Saat giliran Gibran, Lia menyiapkan senyum naturalnya lalu menyodorkan tangannya.
"Lia berangkat, Pah." tangannya tidak di terima oleh Gibran, tapi Lia tidak marah ia malah tersenyum.
"Mas!" tegur Tasya.
"Biarin, Mah. Tangan Papah sibuk pegang sendok. Aku berangkat, ya. Assalamualikum."
Lia pergi dengan senyum palsunya. Ia berfikir jika papahnya masih marah tapi kenyataannya Gibran telah memaki dirinya sendiri.
Ex
Kaki Lia baru saja menginjakkan kakinya di koridor sekolah tapi ia sudah di paksa untuk melangkah lagi. Haydar memaksa Lia untuk ikut dengannya menuju taman belakang sekolah yang jarang di ketahui oleh teman-temnnya. Lia terpaksa mengikuti karena Haydar merebut paksa ponsel yang tadinya ada di genggaman tangan kanannya.
Sampai di taman belakang mereka terdiam bisu. Satunya diam karena bingung harus memulai pembicaraan dari mana yang satu lagi bingung harus menjawab apa jika di tanya.
Haydar berdehem, menatap Lia yang ada tepat di depannya.
"Lia, aku... Aku mau jelasin semuanya sama kamu. I beg you to stay here. listen to me."
Lia menghembuskan napasnya terang-terangan. Lia merasa semua yang di lakukan oleh Haydar adalah salah. Salah.
"Aku reflek nolong dia. Aku ga tau kalo dia peluk aku tiba-tiba dan aku ga tau kalo jadinya bakalan kaya gini. Aku ga tau kalo mereka anggap aku sama Chilla pacaran. Aku-
"Stop. all your explanations are stale!"
Haydar bungkam. Masalahnya sudah amat rumit. Satu minggu sudah berlalu tapi sepertinya api kemarahan itu belum juga padam. Lia masih mempertahankan amarahnya.
Haydar mendekat satu langkah, "Li, semuanya bisa di selesiakan dengan hati. Kita ga perlu pakai amarah buat ini. Aku benar-benar niat nolong aja, sumpah!"
Lia berdecih, membuang wajahnya ke arah lain enggan untuk menatap wajah kekasihnya itu.
"Lia. Aku tau aku salah, aku yang mulai aku juga yang buat kamu di marahin sama Papah kamu. Aku tau sehabis itu kamu pergi ke rumah teman cowokmu. Kamu pulang malam dan di saat itu Papah kamu juga marahin kamu. Aku merasa semua ini salah aku, aku yang buat kamu menderita, aku-
"Emang semua ini karena kamu!"
"Coba kamu ga nolongin dia! Coba kamu ga kasih dia napas buatan dan coba kamu ga balas pelukan dia. Aku ga bakal sampai pergi ke rumah teman. Semua emang salah kamu jadi kamu wajib tanggung jawab!"
Napasnya naik turun. Lia sudah amat marah. Ini semua di luar nalurinya. Ia tidak ingin marah, tapi...
"Aku tanggung jawab, Lia. Aku mau jelasin, aku mau-
"Kita putus."
Haydar menggeleng kuat. Ia tidak terima dengan keputusan yang Lia ambil sendiri. Semua masalah punya jalannya sendiri, semua masalah punya jawabannya sendiri. Mereka tidak harus berpisah karena masalah ini.
"Ga bisa gitu, Li. Aku ga mau!" tolak Haydar tegas. Ia tidak ingin putus.
"Siapa bilang ga bisa? Semua bisa kalau aku mau termaksud putus sama kamu!"
"Lia! Kita bisa bicarain ini dulu. Jangan gegabah!" bentaknya lagi.
Tanpa keduanya sadar, Abila dan Lio ada di dekat mereka. Teriakkan dari Lia dan Haydar mengundang Lio dan Abila yang sedang di tugaskan untuk memfoto copy sesuatu oleh guru mereka.
"Ga ada yang bisa di bicarain lagi, Dar. Aku udah ga bisa sama kamu. Seminggu ini aku berusaha nahan apa yang mau aku bilang sekarang, tapi ga bisa. Aku benar-benar ga bisa."
"Kenapa? Kenapa ga bisa? Kamu mau ninggalin aku? Kamu mau tiga bulan kita berhenti di sini? Iya?!"
"Iya. Aku mau kita akhiri semuanya, puas kamu!"
Haydar menghempas napasnya tidak percaya. Ini bukan jawaban yang ia inginkan. Ia menginginkan jawaban yang lain.
Haydar tertawa hambar, "Putus? Tiga bulan kita mau kamu akhiri di sini? Masa pendekatan kita aja lebih lama dari ini, Li. Kamu-
Haydar menarik rambutnya sendiri. Lalu kembali menatap Lia yang masih diam di tempat.
"Kamu yakin?" tanya Haydar sekali lagi sekaligus menjadi pertanyaan terakhirnya.
Lia mengangguk, "Iya. Aku yakin."
"Li-
"I hope you understand all this. This relationship is over." setelah mengatakan itu Lia benar-benar pergi meninggalkan Haydar.
Haydar menatap kepergian Lia nanar. Tidak, ini tidak akan bisa di terima oleh hatinya.
Agrkk!
"Lia!"
Di pojok sana, Abila dan Lio yang bersembunyi akhirnya keluar dari persembunyian mereka. Abila pergi lebih dulu meninggalkan Lio yang menatapnya aneh.
Lio berdehem sebentar lalu menghampiri Haydar yang terjongkok di tengah taman. Terlihat mengenaskan.
"Kalo lo masih belum bisa terima sama apa yang baru aja terjadi, lo bisa kejar dia sampai lo bisa dapetin dia lagi."
Haydar menonggak, ada Lio yang memandangnya dengan datar tanpa ekspresi.
"Gue tau niat lo nolong, tapi hati Lia beda dalam menyimaknya. Dia cewe pencemburu yang bakalan bikin lo pusing," jedanya.
"Mending lo kasih dia istirahat dulu. Gue yakin bahkan gue bisa jamin kalo Lia cuma kebawa emosi. Tugas lo bikin dia percaya dan mau kembali dalam pelukan lo."
Lio menepuk pundak Haydar yang masih melamun. Sakit pasti menjadi Lia.
"Lo gue kasih kesempatan satu kali lagi. Kalo lo gagal buat kesempatan ini, jangan harap lo dapat restu gue sebagai kembarannya."
"Ingat, jangan sia-siain kesempatan ini apa lagi sampai bikin gue hilang feelling sama lo. Paham?"
Haydar mengangguk lesu.
-Lovers-
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex-Lover [Selesai]
Teen FictionSeries # 6 MauNinda Series #6 Sekuel : Tasya 1 & Tasya 2 'Adelia story' *** Mencintai adalah hak setiap manusia, tapi tidak jika seseorang yang di cintai itu sudah bukan milik kita lagi. *** Ini tentang Lia yang sedang berusaha melupakan mantan kek...