EX - 9

833 59 1
                                    

Layaknya maling yang sedang mengendap-ngendap mencari jalan keluar setelah mereka mengambil semua barang berharga di dalam rumah sang mangsa. Lia melakukan hal yang sama. Gadis itu dengan perlahan berjalan keluar rumah melalui pintu dapur dengan kunci duplicat yang ada di tangannya.

Masa bodo di bilang maling, tapi jika seperti ini merayap pun akan Lia lakukan demi bisa keluar rumah dan tidak di ketahui oleh papanya.

Menghembuskan napas lega dengan tangan yang mengusap-ngusap dadanya. Lia akhirnya berhasil keluar rumah tanpa ketahuan. Setelah berhasil keluar dari rumah kini Lia harus melewati satu tantangan lagi yaitu satpam rumahnya. Juka pak Ahmad mungkin akan sangat mudah baginya untuk keluar tapi ini giliran pak Samsudin yang bertugas menjaga gerbang rumahnya saat ini.

Setelah lama beradu argumen dengan pikirannya sendiri, Lia memutuskan untuk keluar dengan cara izin.

"Pak, sut-sut!" panggilnya di iringi dengan suitan manja miliknya.

Samsudin yang sedang menonton FTV malam itu menoleh dan terkejut dengan kehadiran anak majikannya.

"Lho, Non Lia ngapain malam-malam keluar?" hebohnya.

Samsudin keluar pos menghampiri Lia dan berdiri di depan gadis berpakaian serbah hitam itu.

"Saya ada urusan mendadak di rumah Ririn Pak, bukain gerbang, ya." ucapnya tentu saja bohong, mana ada Ririn keluar malam-malam seperti ini bisa di hajar sama Lintang.

Samsudin terdiam merasa jika ini sedikit aneh, untuk apa anak majikannya itu keluar di pukul dua belas malam? Memangnya tidak ada hari esok untuk bertemu dengan teman?

"Maaf Non, Bapak tidak bisa beri izin." putus Samsudin.

Lia memejamkan mata dengan gigi yang saling bertemu. Bagaimana ini?

Ponsel di tangannya terus saja menyala dengan nama pemanggil yang berbeda-beda.

Lia kembali berusaha membujuk satpam di depannya.

"Pak, Ririn lagi sakit, di rumahnya ga ada orang. Nanti kalo teman saya mati gimana? Bapak mau tanggung jawab? Kan, Bapak yang larang saya ke rumahnya, mau?!"

Nah, sekarang giliran Samsudin yang di buat berfikir. Jika tidak memberi izin teman nonanya bisa kenapa-napa tapi jika di izinkan takut dirinya yang di salahkan jika terjadi sesuatu pada Lia.

Astaga, ini namanya simalakama!

Samsudin menatap Lia menyelidik, "Serius, Non?"

"Ya serius, lah, Bapak!"

"Masa saya bohongin orang tua, nanti dosa saya yang udah sekontener jadi nambah!" lanjut Lia.

Dan dengan berat hati Samsudin memberikan izin. Akhirnya Lia bisa menghirup angin malam yang sejuk. Ia segera berlari menuju pintu gerbang komplek perumahannya yang sudah tertutup.

Lagi-lagi Lia membuka pintu gerbang komplek dengan kunci duplicatnya. Ia mendapatkan duplicat ini dari salah satu anak buah Gibran yang tentu saja sudah ia ajak kerja sama.

"Lama banget!"

Baru saja sampai di depan rombongan laki-laki yang perbakaian hampir sama dengannya, Lia sudah di beri semprotan kekesalan.

Lia hanya bisa tersenyum tidak enak sambil terenggah karena lelah berlari. Mata Lia melirik enam motor di depannya, merasa ada yang kurang mata Lia kini berada di Kenan.

"Segini doang?" tanya Lia.

"Bacot! Ayo jalan!" saut Kenan dari atas motornya.

Lia menampilkan wajah kesalnya dan kecewanya menjadi satu, "Ga jadilah, males gue ikut!"

Ex-Lover [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang