EX - 16

664 50 2
                                    

Lia di kursinya sedang terduduk menikmati kebisingan kelas yang amat ramai. Ini jamnya istirahat, tapi warganya belum juga ada yang keluar kelas seperti biasanya.

"Adelia!"

Lia menonggak dengan malas, memandang guru bercepol itu.

Ia beranjak dari duduknya untuk menghampiri bu Marsih sebelum wali kelasnya itu murka.

"Kenapa, Bu?"

"Uang kas mana? Kamu belum stor padahal ini udah siang."

Lia menganga.

Uang kas?

Hari senin?

Yang benar saja!

"Hari ini, Bu?"

Bu Marsih mengangguk dengan wajah songongnya.

"Saya belum mintain, Bu. Saya kira hari kamis sama kaya kelas sebelas." bela dirinya sendiri.

"Ga usah banyak alasan. Cepat mintain dan serahkan ke saya, saya ingin membeli perlengkapan kelas!"

"Bu, tapi-

"Perhatian anak-anak!" seruhnya kencang meminta perhatian muridnya.

"Hari ini bayar uang kas, ya. Uang kas di kelas dua belas tidak sama di kelas sebelas. Penarikan akan di lakukan setiap seminggu sekali di hari senin dengan nominal sepuluh ribu per-anak."

"Tapi, Bu-

"Saya tidak menerima protes. Permisi." ujarnya langsung pergi meninggalkan kelas.

Lia yang masih di depan pintu terdiam kelas.

"Ibu! Gue belum bikin buku kasnya, ellah!" ucapnya sendiri.

Lia berjalan lagi mendekati kursinya. Langkahnya terhentak menandakan jika ia kesal. Di tambah Okta sedang tidak ada di kelas.

Lia menghela. Tangannya mulai mengambil buku kosong untuk mulai mencatat nama teman-temannya agar ia lebih mudah mendata setiap anak di dalam kelas ini.

Selesai dengan bukunya, kini Lia mengambil ponsel miliknya untuk menghubungi Okta yang sedang bersama Farhan entah di mana.

"Balik ke kelas lo anjing!"

'PMS lo? Dateng-dateng ngoceh!'

"Cepat balik ke kelas! Tagihin uang kas, sekarang!"

'Sabar, gue masih nemenin Farhan makan.'

"Kaya bocah, makan aja di temenin! Ga usah banyak alasan, cepat kesini atau gue bocorin ke Farhan kalo lo-

'Bangsat! Gue OTW!'

Lia tersenyum miring menatap ponselnya. Okta amat mudah di kendalikan terlebih Lia punya kelemahan gadis itu.

Ia menatap sekitar yang tiba-tiba sepi. Tidak lama ia terkejut kala semua mata tertuju padanya.

"Apa?!" judusnya.

"Galak benar lo!" kata salah satu teman laki-lakinya.

"Bodo amat."

Lia meletakan ponselnya dengan kasar di atas meja. Berjalan pada barisan pertama dengan buku dan pulpen sebagai alat tempurnya.

"Mana, bayar!" ucapnya galak.

Ria mencibir tapi tak urung mengeluarkan uang sepuluh ribu.

"Makasih." kata Lia.

Gadis itu melangkah lagi pada barisan selanjutnya sampai ja berhenti di meja Lio dan Agam. Lia meletakan bukunya kasar hingga mengeluarkan suara yang cukup keras.

Ex-Lover [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang