Ruangan dengan dasar cat berwarna putih itu terlihat tenang karena hanya ada seorang gadis yang tengah tertidur pulas di atas ranjangnya.
Matanya masih terpejam dengan begitu damai seakan tidak ingin bangun. Jam di nakasnya sudah menunjukan pukul sembilan pagi namun apalah daya jika sang pemilik kamar masih tertidur pulas.
Tasya, orang tua gadis itu memasuki kamar Lia dengan nampan berisi bubur dan juga segelas susu tidak lupa ada obat peredah rasa sakit.
Di letakan nampan itu di sisi kasur yang kosong, tangannya menyentuh pundak Lia mencoba untuk membangunkan anak perempuannya.
"Lia, bangun, yuk, Nak. Makan dulu."
Lia perlahan membuka matanya, rasanya begitu berat untuk matanya terbuka dan menyambut langit kamar sebagai objek pertama yang ia lihat.
Tasya tersenyum melihat anaknya sudah bangun dan terlihat lebih segar dari sebelumnya. Lia sendiri hanya bisa membalas senyum Tasya dengan tipis karena ia masih merasakan rasa yang sama seperti semalam.
"Makan dulu, ya," tawar Tasya. Lia menggeleng menolak suruhan mamanya.
"Lia mau sekolah aja." ujarnya. Lia hampir bangun namun tidak jadi karena Tasya memintanya untuk duduk kembali di atas kasur.
Tasya memandang anaknya. Lia yang keras kepala.
"Udah hampir jam setengah sepuluh, kamu mau masuk juga telat." jelas Tasya.
Alisnya bertautan. Jam setengah sepuluh? Apakah ia sebegitu ngantuknya hingga tidak mendengar suara alarm.
"Lia kesiangan, ya, Ma?"
Tasya menggeleng. Melihat Lia yang seperti ini membuat dirinya ingat dengan kehancurannya sendiri semasa menunggu Gibran. Tapi jika dengan Lia berbeda kasus.
Wanita itu tersenyum kembali pada sang anak. Tangan Tasya mengusap rambut Lia sayang, "Kamu ga kesiangan, tapi Mama yang buat kamu tidur,"
"Maksud Mama?"
"Mama kasih obat tidur biar kamu bisa tidur dan ga ngerasain sakit. Lambung kamu kambuh dan itu cukup menyiksa kalo kamu ga tidur. Sekarang makan, ya, habis itu minum obatnya."
Menghela. Hanya itulah yang bisa Lia lakukan. Dirinya memang lemah di bagian perut dan itu sebabnya Lia tidak bisa telat makan. Mungkin, bukan hanya dirinya tapi beberapa wanita dari ratusan di indonesia mengalami hal yang sama?
Lia menerima nampan makanan pemberian mamanya, mencoba memakan bubur ayam itu dengan tenang.
"Mama ke luar dulu, ya."
Lia mengangguk, membiarkan mamanya untuk keluar kamar meninggalkannya.
Lia melirik nampan berisi bubur yang ada di pangkuannya dengan malas, gadis itu memilih menepikan nampan tersebut. Ia mencari ponselnya di sekitar kasur ternyata tidak ada, di nakas dan laci pun sama.
Sebentar, semalam ia terakhir memainkan ponsel ketika menerima pesan tidak jelas dan setelah itu... Ahh! Ponselnya Lia lempar.
Lia lekas bangun mencari ponselnya di sekitar meja riasnya. Di kolong meja tidak ada, di dekat pintu toilet juga tidak ada. Lia diam sebentar, tubuhnya diam namun tidak dengan matanya yang masih bergulir mencari letak benda persegi itu.
"Semalam gue lempar kemana, sih? Kok di sini ga ada,"
"Hp ... Lo di mana ... "
Seperti orang gila, Lia memanggili ponselnya seperti seorang adik mencari kakaknya.
Mata Lia berbinar melihat benda persegi itu yang ternyata ada di kaki lemari pakaiannya. Mengambil ponsel itu lalu mulai memeriksa keadaanya takut ada yang rusak atau hanya sekedar lecet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex-Lover [Selesai]
Teen FictionSeries # 6 MauNinda Series #6 Sekuel : Tasya 1 & Tasya 2 'Adelia story' *** Mencintai adalah hak setiap manusia, tapi tidak jika seseorang yang di cintai itu sudah bukan milik kita lagi. *** Ini tentang Lia yang sedang berusaha melupakan mantan kek...