EX - 10

883 53 2
                                    

Ketika jam pulang telah tiba tapi Lia masih ada di sekolah. Bukan karena ekstrakurikuler atau tambahan pembelajaran, melainkan karena pikirannya yang sedang berantakan.

Jika yang lain sudah ada di rumah atau sedang bemain dengan temannya, kini Lia malah berdiam diri di kantin dengan mie ayam yang ia isi dengan lima sendok sambal.

Kantin sekolah pun sudah sepi, hanya tinggal penjual yang sedang merapihkan dagangan mereka saja.

Lia melahap mienya dengan pelan, otaknya sedang memproses kejadian semalam tepatnya percakapannya dengan satpam rumah. Bagaimana bisa ia membawa nama Ririn sebagai korbannya?

"Arhgk!"

Di hempaskan sumpit begitu saja sampai melipir ke sisi meja. Lia mengambil es tehnya, meminumnya kemudian meletakan kembali di tempat semula. Sumpit yang terhempaskan pun kembali ia ambil.

"Bisa-bisanya gue bawa-bawa Ririn. Kalo tuh anak main terus ketemu sama satpam gimana? Eh sialnya satpamnya nanya, terus ngadu ke Papa?"

"Ahh! Auto habis di makan gue ama tuh Bapak-bapak!"

Sesi bicara sendirinya di saksikan oleh para pegadangan yang sesekali tertawa pelan. Hal seperti ini bukan kali pertama mereka lihat. Lia sudah sangat sering seperti ini dan berhenti ketika kantin benar-benar sepi.

Ponselnya berdering, membuat konsentrasinya pecah dan memutuskan untuk membukan ponsel tersebut. Pesan masuk dari Kenan.

Duit udah di transfer, nih.

Bagi gue sejuta, sisanya lo bawa anak-anak makan.

Semua!

Iya!

Lo kesini, ga?

Lia melirik jam di ponsel, sudah pukul dua siang, bisa bahaya jika ia memutuskan untuk ke markas tempat Kenan dan teman-temannya nongkrong.

Ga. Gue sibuk.

Tai!

Mengabaikan pesan yang baru saja di kirim oleh Kenan. Lia kembali melanjutkan makannya yang sempat tertunda. Rasa pedas yang mampir di lidahnya membuat sensasi berbeda bagi Lia. Rasa pedas ini sedikit bisa mengalihkan kekhawatirannya.

Lia menonggak mendengar langkah kaki, ada seorang siswi masuk ke dalam area kantin menuju stans minuman. Lia kenal siswi itu, tapi karena mie ayam di depannya lebih menarik dari pada siswi tersebut hal hasil makannya di lanjutkan tanpa menyapa siswi itu.

Menu pedas adalah kesukaan Lia, tapi takdirnya tidak mendukung karena perutnya sangat amat lemah dengan pedas. Lia yakin, sepulang sekolah pasti ia mengurung diri di kamar untuk menyembunyikan rasa sakitnya dari mama dan papanya.

Siswi tadi mendekat, duduk di depan Lia. Tangannya membawa gelas plastik berisi minuman cokelat. Lia menonggak, menatapnya sebentar lalu kembali memakan mie yang tersisa.

"Lo makan kaya ga inget hari besok, Li."

Lia terkekeh, meletakan sumpitnya di atas mangkuk sebagai tanda jika ia sudah selesai makan. Lia meminum esnya dengan pandangan terarah pada gadis di depannya.

"Lapar," jawab Lia.

"Tumben belum balik?"

"Mager balik gue, San."

Ex-Lover [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang