21

142 10 1
                                    

"Emang." jawab Clara cepat membuat tawa Gio terhenti seketika.

Saat Gio diam, Clara baru sadar dengan apa yang ia ucapkan. Sontak ia menutup komiknya lalu menatap Gio cangggung." G-gue enggak maksud." ucapnya gugup.

Gio menatap Clara yang gugup lalu berucap." Lo yakin?" tanya Gio.

Clara terdiam. Ia nampak salah tingkah sendiri.

"Ra? Gue mau tanya dan gue harap lo jujur." ucap Gio.

Clara meremas dasternya kuat. Ia menatap Gio menunggu laki-laki itu menanyakan sesuatu kepadanya. Sementara Gio, ia melangkah mendekat, ia meletakkan kedua tangannya tepat di bahu Clara. "Lo suka gue, Ra?" tanya Gio.

Clara terdiam. Sungguh jantungnya kali ini berdetak sangat cepat, rasanya Clara ingin teriak bahwa ia menyukai Gio, rasanya Clara ingin jujur bahwa ia ingin Gio bersama dan memilih dirinya. Namun yang terjadi justru dirinya yang menggelengkan kepala menandakan jawaban tidak.

"Enggak? Gue tanya sekali lagi, lo suka gue, Ra?" tanya Gio.

Gio menatap Clara dalam, tangannya sedikit meremat pundak kecil Clara. Ia berharap gadis itu jujur. Karena jika kali ini Clara jujur— mungkin— mungkin ia akan memilih Clara.

Clara menarik nafasnya dalam-dalam lalu melepaskan tangan Gio dari pundaknya. "Enggak Gio! Gila lo!" ucap Clara yang langsung pergi masuk ke dalam rumah

Gio menatap pundak Clara yang semakin jauh. Ia menghelakan nafasnya panjang. Kini ia sudah mempunyai jawaban atas semuanya. Karena Clara—tak menyukainya dan ia bisa memulai kisahnya dengan Icha dengan lebih tulus. Perlahan kakinya berbalik meninggalkan kediaman Clara.

"Oke, Ra... gue bakal lepas lo..." tuturnya dalam hati.

——————————————————————-

Sudah hampir 10 menit Icha terdiam sambil menatap kostum badut. Ia menatap dirinya dalam pantulan cermin. Kini dirinya terlihat sangat putus asa, Icha menarik nafasnya lalu membuangnya, ia melakukannya berkali-kali, gadis itu berusaha meyakinkan dirinya bahwa dirinya mampu dan harus bisa melakukan ini.

"Ayo, Cha buat bayar sekolah Reno!" ucapnya

Icha memejamkan matanya sejenak lalu mulai menggunakan kostum badutnya. Setelah selesai, ia kembali menatap dirinya dalam pantulan cermin. Kini mukanya memang tak terlihat, namun tetap saja ada perasaan sesak di hatinya.

"Cha?" Panggil seorang wanita.

Icha menatap wanita itu." Ya kak?"

"Ayo udah siap? Sebentar lagi kamu di panggil!" ucap wanita itu lagi.

Icha mengangguk lalu perlahan kakinya melangkah maju. Sebenarnya kostum ini terasa sangat panas, Icha tak merasa nyaman, namun lagi-lagi ia harus sabar dan berusaha bertahan.

Kaki Icha terhenti di suatu ruangan. Di sana sudah ada anak-anak seusianya yang sedang bernyanyi lagu selamat ulang tahun. Saat menatap mereka semua Icha merasa iri. Terkadang ia bertanya-tanya kenapa hidupnya tak seindah orang-orang yang sedang tertawa itu? Melihat orang-orang yang hidup tanpa mengkhawatirkan keuangan membuat Icha merasa kesal sekaligus tak adil. Seharusnya, Icha juga bisa merasakan hal itu, seharusnya Icha kini belajar bukan ada disini. Namun lagi-lagi ketidakberuntungan hidup memaksanya berdiri ada di sini.

Ini Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang