20

140 11 2
                                    

Tak terasa ujian sekolah mulai dekat dan membuat 4 manusia itu di landa kekhawatiran. Ya gimana enggak? Sekolah setiap hari masuk namun mereka seperti tak mengerti apapun. Seperti saat ini, sudah hampir 30 menit mereka di perpustakan dengan pandangan kosong.

"Kita sekolah ngapain aja ya?" gumam Icha sambil membolak balik buku paketnya.

Clara menghelakan nafasnya panjang." Perasaan gue kemarin ngerti materi ini."

"Sama." ucap Bagas

Clara dan Icha langsung menatap Bagas tajam." Lo mah belajar nanti malam juga inget!" ucap Icha.

Bagas terkekeh. Memang meskipun tingkahnya aneh, Bagas itu salah satu yang terpintar dari mereka. Mengingat Bagas juga ikut les meskipun jarang masuk sih.

"Gue enggak ngerti apapun..." kini giliran satu manusia dengan buku di kepala yang berkomentar.

Clara menatap Gio." Kalau lo mah gue enggak kaget." ucapnya.

Merasa tak terima Gio langsung menatap Clara tajam." Eh tapi jangan salah inget kan ulangan bahasa indonesia tertinggi siapa?"

Clara mendecih kesal." Alah gitu doang." ucapnya.

"Bye the way..." Icha menjeda ucapannya lalu menatap satu persatu temannya. "Kalian pada kuliah nanti?" tanya Icha.

Clara menggedikkan bahunya." Entah. Gue belum tertarik jurusan apapun sih. Kalau lo?"

Icha tersenyum kecut." Gue kayanya enggak bisa."

"Bukannya lo mau masuk sastra?" tanya Bagas.

Icha mengangguk." Mau... cuma ekonomi keluarga gue—"

"Yaelah, Cha sekarang kan ada beasiswa jadi lo enggak perlu khawatir—"

"Pasti khawatir. Hidup gue yang sekarang aja kurang, meskipun nanti ada beasiswa pasti ada kebutuhan di luar itu. Gue cuma takut bapak gue enggak akan istirahat demi gue kuliah, gue cuma takut adik gue sekolahnya terhambat karena gue. Banyak yang gue pikirin. Terlebih gue anak pertama, gue seharusnya bisa bantu ekonomi bukan malah nyusahin." potong Icha.

Bagas terdiam. Ia benar-benar kagum dengan pemikiran Icha yang tak pernah egois. Gadis itu selalu mengutamakan keluarganya di banding apapun.

Mendengar ucapan Icha membuat Gio langsung mengusap pundak gadis itu lembut. "Semangat, Cha. Aku yakin kamu pasti bisa. Pacarku gituloh."

Icha terkekeh." Apasih malu Gio!" ucap Icha.

Gio semakin menggoda Icha, ia menyenderkan kepalanya di pundak kecil Icha dan terpejam." Cha kamu bisa bermimpi apapun. Jangan takut akan apapun, ya? "

Mendengar itu membuat Icha tersenyum kecil. Ia mengusap rambut Bagas lembut." Iya Gio. Selagi kamu ada aku pasti kuat."

"Idih najis!" timpal Bagas.

Sementara Clara, gadis itu hanya tertawa paksa. Ia menatap Gio dan Icha lama. Mereka nampak sangat serasi dan lucu. Namun—- hati Clara tetap merasa sesak dan cemburu. Tapi lagi-lagi Clara tak bisa melakukan apapun. Ia hanya bisa menyimpan cemburunya dalam hati.

"Eh iya minggu depan dateng ya ke rumah gue! Kosongin jadwal lo semua! Awas enggak datang!" ucap Icha

Bagas bergumam." Emm emang ada apa, Cha?"

Mendengar ucapan Bagas membuat Clara langsung menyenggolnya"Icha ulang tahun!" bisik Clara pelan.

Mendengat bisikan Clara membuat Bagas tersenyum takut, perlahan matanya bergerak dan menatap Icha yang kini sedang melayangkan tatapan tajamnya. Gadis itu terlihat sangat menyeramkan. Ah, satu hal yang Bagas lupa—- ia lupa perempuan tak suka di lupakan ulang tahunnya.

Ini Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang