17

321 22 0
                                    

Pintu terbuka dan menampakkan satu wanita dengan dress merah dan tas hitam bermerek yang ia jinjing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pintu terbuka dan menampakkan satu wanita dengan dress merah dan tas hitam bermerek yang ia jinjing. Wanita itu tersenyum manis dengan tangan yang ia melambai." Hai Clara, putri Marina dan Hutomo, right? "

Clara tau siapa wanita di hadapannya ini. Clara tau senyuman yang di layangkan ke arahnya bukanlah senyuman tulus. Sebisa mungkin ia terlihat tenang. "Siapa?"

"Yang kamu lihat di mall sama papa kamu."

Clara tertawa." Oh yang itu? Yaampun kenapa tante? Ada urusan sama papa?" tanya Clara polos.

"Kamu tau kan saya siapa?"

"Tau, terus?"

Tiara menghembuskan nafasnya panjang." Saya selingkuhan papa kamu."

"Ohh... okey terus?"

Tiara mengernyit heran." Kamu enggak marah?"

Clara mengedikkan bahunya." Males sih, toh, kita ga selevel ngapain cekcok. Oh iya, dandanan tante, tuh mirip banget mama waktu muda, sini deh aku kasih tau—" Clara mendekatkan dirinya ke arah Tiara lalu membisikkan sesuatu." Hati- hati— tante Tiara.."

Setelah mengucapkan itu Clara masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Tiara yang sedang di rudung emosi. Tiara mengepalkan tangannya kuat lalu memukul pintu itu keras." Anak sialan." tuturnya pelan.

——————————————————————

Kini pukul sudah menunjukkan 10 malam.
Namun orang tua Gio belum juga terlihat. Gio— laki-laki itu masih setia menunggu. Meskipun dalam lubuk hatinya sudah terasa sangat sakit.

Berulang kali Gio meyakinkan dirinya untuk tetap duduk dan menunggu. Meskipun sejak tadi ia sudah terasa mual karena baru menenggak segelas air dan belum memakan apapun.

"Mas sudah mau pesan? Restoran kami tutup 30'menit lagi."

Gio menggelengkan kepalanya saat pelayan wanita itu datang untuk ke-7 kalinya." Nanti ya... masih tunggu orang tua saya."

Pelayan itu hanya tersenyum lalu pergi dari sana menyisakan Gio yang kembali tenggelam dalam
sepinya. Ia bertanya-tanya kenapa— hidup normal seperti manusia lainnya sangat sulit. Iya, seperti manusia lainnya yang bisa makan dengan keluarga, tertawa dengan keluarga, menonton film bersama keluarga.

30 menit berlalu— lampu dalam restoran mulai redup membuat tubuh Gio perlahan bangkit. Ia pulang dengan rasa kecewa dalam hatinya. Segala ekspetasi menyenangkan dalam pikirnya seketika hancur. Ia kira, malam ini adalah malam yang indah— ia terlalu menggantungkan banyak harapan hingga ia lupa bahwa manusia bukanlah tempat berharap.

Gio membawa motornya kencang. Ia membelah kota jakarta yang mulai sepi dan hanya tersisa angin malam yang menusuk kulit. Kini pikirannya hanya tertuju pada satu gadis. Tanpa ragu, ia membelokkan motornya ke arah rumah sang gadis. Hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai ke sana.

Ini Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang