Icha terus menyeka air mata yang jatuh. Entah kenapa hatinya terasa sangat sakit. "Jangan nangis Icha!" ucapnya kesal sambil terus menyeka air matanya.
Gadis itu mulai mengalihkan pandangannya ke sekeliling taman. Ia berharap dengan cara ini ia bisa berhenti menangis. Namun ternyata cara itu tak bekerja.
'Meongg'
Kepala Icha bergerak mencari sumber suara itu. Ia menggerakakan kepalanya ke arah kanan, kiri, depan, namun tak kunjung menemukan sumber suara itu. Hingga akhirnya, kepalanya bergerak ke arah bawah. Dan benar saja, ada anak kucing di kolong bangkunya.
"Ututu kamu sendirian di sini?" tanya Icha sambil mengambil anak kucing itu dan menggendongnya di pangkuan.
Icha menghembuskan nafasnya panjang. Perlahan jemarinya mulai membelai bulu anak kucing yang kini sedang menatapnya. "Kamu sendirian, ya? Kamu gak punya temen, ya? Aku juga.... Sebenernya bukan gak punya temen tapi ya gitu, aku ada masalah sama temen-temen aku. Sebenernya juga bukan masalah karena ini bukan hal yang besar. Aku mungkin lagi kekanakan aja, ya? Aku marah sama hal yang gak perlu... tapi aku juga kadang mau di perhatiin kaya Clara, di jaga, di lindungin... kadang aku mikir, apa karena aku gak cantik makanya Bagas sama Gio cuma care sama Clara? Atau aku kurang—"
"Lo ga kurang apapun Icha." potong seorang laki-laki yang baru tiba dengan donat di tangannya.
Gio menduduki dirinya di samping Icha lalu menatap Icha dalam." Lo ga kurang, lo juga ga kekanakan, gue sama Bagas yang salah karena ga perhatiin lo." ucap Gio.
Icha hanya diam dengan tangan yang terus mengelus kucing.
"Jadi dia bohong cing, dia punya temen. Banyak malah. "Ucap Gio lagi.
"Gio," panggil Icha dengan tatapan lurus ke depan.
"Ya?"
"Perasaan lo gimana?" tanya Icha.
Gio menatap Icha heran." Maksud lo?"
"Perasaan lo sama gue gimana?" tanya Icha to the point.
Gio terdiam beberapa detik." Ya ga gimana-gimana? Lo aneh deh." ucap Gio di akhiri kekehan.
Icha memejamkan matanya sejenak. "Sikap lo kemarin sama gue? Itu maksudnya apa?"
Gio bergumam." Mmm... ya sikap gue biasa aja, kan? Ada yang salah, Cha?" tanya Gio bingung.
Icha menggelengkan kepalanya." Ga ada yang salah. Harusnya gue gak perlu anggap sikap biasa itu jadi sikap yang istimewa—" Icha menjeda ucapannya sejenak." Harusnya saat lo anterin gue pulang dan mastiin gue selalu aman, gue gak salah paham."
"Cha lo—"
Icha tersenyum pedih."Dan seharusnya gue gak jatuh cinta sama temen sendiri." potong Icha.
Entah keputusan bodoh apa yang ia buat hari ini. Namun Icha benci selalu bertanya-tanya dalam pikirnya. Ia membiarkan semuanya terjawab hari ini—dan kini, perasaannya , teka-teki dalam pikirnya, juga kenyataannya sudah terjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ini Cerita Kita
Fiksi RemajaInilah masa SMA Gio, Clara, Bagas, dan Icha. Menyenangkan namun sedikit luka. Mereka bertemu untuk sama-sama mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan malang yang mengisi pikirannya seperti cita-cita dan masa depan. Tentang kebersamaan masa SMK yan...