16

393 23 3
                                    

Kirana melayangkan tatapan tajamnya saat melihat Icha pulang dengan keadaan seluruh bajunya basah. Terlebih saat melihat bibir Icha yang gemetar membuat dirinya khawatir sekaligus kesal. Tanpa menunggu lama, wanita itu menghampiri Icha lalu menepuk pundak Icha pelan." Heh kok basah semua bajunya?" tanya Kirana

Icha tak menjawab gadis itu hanya membuka sepatunya lalu masuk ke dalam rumah. Ia hanya bisa menghelakan nafasnya panjang saat melihat Reno yang sedang memakan coklat miliknya.

"Kak gue—Kenapa dia ma?" tanya Reno heran saat melihat sikap Icha.

Kirana hanya menggedikkan bahunya heran."Mama ke ka Icha dulu. Kamu jangan makan coklat banyak-banyak!" ucap Kirana yang di jawab acungan jempol oleh Reno.

Kirama menatap Icha yang sedang terduduk di meja makannya. "Kok ujan-ujannan sih, Cha? Kan baru sembuh sakit." ucap Kirana sambil mengambil handuk di kamar mandi dan mengalungkannya ke bahu Icha.

Icha mengusap-usap rambutnya dengan handuk." Gapapa mau main hujan-hujanan aja."

"Oh gitu... kok gak pulang sama Gio? Putus?" tanya Kirana

"Apasih orang gak pacaran." ucap Icha bohong.

Kirana mendudukkan dirinya di samping Icha. Ia menuangkan teh hangatnya dan menyesapnya."Ya... Bagus lah kalau enggak pacaran. Lagipun kamu masih kecil, lihat tuh adikmu, bentar lagi dia SMP, pekerjaan papa kamu ga stabil. Gimana coba dia nanti? Kamu setelah lulus kerja ya, Cha."

"Aku mau kuliah, ma. Papa juga saranin aku buat kuliah." Jawab Icha.

"Hah? Kuliah? Biaya dari mana, Cha? Kamu mau papa kerja sampe subuh?"

Icha meremas tangannya kuat." Mama engga dukung Icha?"

"Bukannya engga dukung, Cha. Kamu anak pertama, kamu harus lebih paham. Mama enggak pernah masalah kamu kuliah, tapi mama dan papa enggak bisa biayain kamu. Buat makan aja susah, Cha. Apalagi buat kuliah?"

Tertampar. Sakit. Nyesek. Semua rasa itu tercampur menjadi satu membuat air matanya menetes. Bukan. Bukannya Icha menyalahkan takdirnya atas ekonomi keluarganya. Hanya saja, Icha merasa, bahwa masa depan hanya milik anak-anak beruntung yang memiliki ekonomi stabil. Ia baru sadar, bahwa selama ini ia terlalu banyak bermimpi hingga lupa dirinya berasal dari keluarga seperti apa.

Ya, Icha hanyalah anak pertama yang punya banyak mimpi. Icha hanyalah anak pertama yang menginginkan keberhasilan dalam hidupnya. Icha hanyalah anak pertama yang membutuhkan dukungan untuk memikul berbagai ekspetasi orang lain terhadapnya. Icha— icha hanyalah gadis yang ingin beruntung juga dalam hidupnya. Icha hanya ingin menjalankan semua pendidikannya dengan tenang tanpa mengkhawatirkan apapun— namun Icha kini sadar bahwa masa depan hanya milik orang tertentu—- dan naasnya, orang itu bukanlah dirinya.

Kirana menatap Icha lalu menepuk pundaknya pelan." Maafin mama, Cha. Mama enggak kaya dan enggak bisa menjamin hidup kamu untuk selalu baik-baik aja."

Icha tak menjawab apapun. Hanya lirihan air mata yang keluar dari matanya. Sementara Kirana, ia hanya menepuk pundak Icha pelan berusaha menenangkan gadis itu.

Bukan— bukan Kirana jahat dan membiarkan putrinya menangis. Hanya saja— Kirana tak ingin memberi harapan apapun.

———————————————————————

"Gio lo yakin Icha enggak kenapa-napa?" tanya Clara khawatir.

Gio mengangguk lalu memberikan helm milik Icha ke Clara." Lo tenang aja, pulang istirahat."

Clara mengangguk." Lo juga hati-hati dan temuin Icha langsung. Bilang aja kalau gue sama lo enggak ada apa-apa."

Bagas yang ada di sana, hanya diam dan menyimak ucapan kedua manusia di hadapannya. Ia tak tau jika cinta segitiga akan serumit ini.

Ini Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang