Icha POV
Kakiku berjalan keluar rumah dengan lemas, perasaanku berdebar-debar. Tapi kali ini bukan karena aku senang akan bertemu Gio, namun aku takut untuk bertemunya. Terkadang aku tak menyangka bahwa laki-laki yang terlihat sangat mencintaiku itu menyimpan kebohongan besar sama sahabatku sendiri. Mungkin gak akan sesakit ini jika wanita itu bukan Clara. Tapi karena wanita itu Clara, aku jadi membenci semua hal, salah satunya diriku sendiri.
Dari kejauhan aku sudah bisa lihat punggung Gio. Rindu sekali rasanya. Namun aku sadar bahwa kenyataan sudah menamparku. Bahwa laki-laki itu bukan lagi milikku. Menatapnya saja aku sudah tak punya hak, apalagi menginginkan hal lebih?
"Gio.." aku panggil laki-laki itu. Dan sedetik kemudian ia berbalik menatapku.
"Cha."
Saat bertatapan seperti ini hatiku terasa sangat sakit. Melihat matanya yang dulu selalu ingin ku tatap, menatap tangannya yang dulu selalu menggengam. Memori indah sama Gio terputar manis dalam pikiranku membuat air mata ini kembali menetes. Ah, ternyata perpisahan kami datang secepat ini. Benar-benar tak pernah ku duga.
"Apa kabar, Cha?"
Buruk Gio. Kabarku buruk. Sangat buruk.
"Baik." jawabku bohong.
"Maafin gue, Cha. Gue jahat."
Andai kata itu bisa menghilangkan rasa sakitku saat ini mungkin aku akan memaafkan Gio. Tapi nyatanya, saat kalimat maaf itu keluar hatiku semakin sakit. Rasanya tak adil rasa sakit, tangisan, di balas dengan kata maaf.
"Gio gue boleh tanya?"
Gio mengangguk." Apa?"
"Sehari aja saat kita pacaran, apa lo pernah cinta sama gue?"
Laki-laki itu menggeleng." Enggak, Cha."
Aku meremat baju tidurku. Bahkan saat sudah mendapat jawaban aku masih berharap jawaban lain."Sedikitpun..?"
"Engga pernah."
"Terus kenapa terima gue?"
Gio menghelakan nafasnya panjang sebelum akhirnya menjawab." Gue engga tega nolak temen gue sendiri. Gue engga mau lo sedih karena perasaan lo enggak terbalas. Setiap jalan sama lo, liat mata lo, genggam tangan lo, gue berharap gue bisa jatuh cinta sama lo. Tapi ternyata enggak bisa. Di paksa gimanapun, bukan lo yang gue mau, Cha."
Jatuh sudah air mata yang sudah ku tahan mati-matian itu. Hatiku terasa sangat sakit hingga bernafas saja rasanya sulit. Rasanya aku ingin menampar Gio saat ini juga, memukulinya hingga ia merasa kesakitan juga, memarahinya. Tapi ternyata aku tak bisa melakukan itu semua. Setega apapun Gio denganku saat ini, dia masih menjadi laki-laki yang aku cintai.
"Lo boleh pukul gue, Cha. Lo boleh marahin gue. Ayo pukul gue, Cha."
Aku mengepalkan tanganku kuat. Bahkan saat Gio mengecewakan, hatiku tetap tak berdaya. Aku tetap tak bisa membenci laki-laki itu. Justru saat perselingkuhan ini terjadi—- aku malah membenci diriku sendiri. Aku terus mempertanyakan kekurangan diriku sendiri. Menyalahkan, dan memaki diri sendiri.
Aku mungkin terlalu kurang untuk Gio..?
Aku mungkin kurang cantik hingga Gio tak bisa menyukaiku..?
Aku mungkin tak sebaik Clara..?
Aku mungkin tak bisa memahami Gio...?

KAMU SEDANG MEMBACA
Ini Cerita Kita
Teen FictionInilah masa SMA Gio, Clara, Bagas, dan Icha. Menyenangkan namun sedikit luka. Mereka bertemu untuk sama-sama mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan malang yang mengisi pikirannya seperti cita-cita dan masa depan. Tentang kebersamaan masa SMK yan...