D U A

7K 501 18
                                    

Airlangga

Aku sudah mulai terbiasa menjalani hari-hariku berdua dengan Ciya. Walaupun tidak sepenuhnya berdua, ada mbak Dini asisten rumah tangga kami, mas Gigih suami mbak Dini yang kebetulan kerja di Rumah juga, Omi dan Opinya Ciya juga terkadang datang dan bermalam di rumah.

Aku mengambil keputusan besar untuk menyutujui permintaan Arinda saat itu. Aku rasa ketika dua insan tak lagi memiliki tujuan yang sama untuk apa tetap di kapal yang sama, dan aku memilih untuk menaiki perahu lain bersama Ciya.

"Ciya mau sama papi." Ucap Ciya saat Arinda menanyakannya mau bersama siapa saat itu.

Hubungan ku dengan Arinda sangat baik, walaupun status kami saat ini bukan lagi sepasang suami istri. Bukan karena Ciya, namun kami memang yang menginginkannya seperti ini. Aku mengenalnya selama sembilan tahun dengan baik maka aku ingin kami berpisah juga dengan baik-baik.

Hari ini adalah hari pertama Ciya masuk sekolah. Pagi-pagi sekali ia sudah bangun dan berpakaian.

"Anak papi mau sekolah ya?" Ucapku saat menyambangi kamarnya.

Ia mengangguk dengan wajah yang masih mengantuk sambil mengenakan seragamnya.

"Papi anter ya? Tapi pulangnya nanti sama mas Gigih ya." Ucapku.

"Iya. Papi Ciya nggak mau bekalnya pake buah kiwi." Ucapnya tiba-tiba.

"Loh kan Ciya suka buah kiwi." Jawabku kemudian.

"Ciya sekarang nggak suka buah kiwi lagi. Mau strawberry aja." Katanya sambil menatapku.

"Okay, nanti mbak Dini ganti. Ganti ya mbak." Ucapku pada mbak Dini.

"Nanti mbak ganti ya kakak Ciya." Ucap mbak Dini pada Ciya.

Selesai sarapan Ciya sudah beranjak dari kursinya dan memakai sepatu dibantu mbak Dini dan berjalan menuju ke arah ku yang sudah menunggunya di teras.

"Mbak Dini, Ciya sekolah dulu ya. Babay." Ucapnya sambil melambaikan tangannya dan duduk di kursi depan.

"Assalamualaikum." Ucapnya lagi saat mobil kami meninggalkan rumah.

***

Setelah mengantar Ciya sekolah, aku menuju kantor dan langsung disambut oleh laporan sekertarisku, Puri.

"Meeting-nya pukul 10.00 mas jadinya." Ucapnya.

Aku mengangguk.

Aku menatap Puri. "Pak Hendra jadi ikut?" Tanyaku.

"Jadi, mas." Jawabnya.

"Kasih dua bangku tambahan berarti ya." Tanyaku lagi.

"Baik mas, untuk siapa mas?" Jawab Puri.

"El sama Tere mau gue suruh ikut." Ucapku sambil melihat jam di tanganku.

Puri mengangguk dan meninggalkan ruanganku.

Aku sudah duduk di bangkuku saat suara Puri memecah fokus kami semua yang berada di ruangan rapat.

"Makanannya si Aryo?" Ucap Gilang.

Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Gilang tadi.

Puri, Tere, dan El masuk ke dalam ruang rapat. El memilih untuk duduk di sebelah Ale dan hanya satu bangku tersisa di seberangku yang akhirnya Tere tempati.

QUERENCIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang