Teari
Aku menyelesaikan pekerjaanku tepat pukul 18.20, lalu bergegas mengganti bajuku dan pamit kepada Ale dan Ghea untuk langsung menuju salah satu resto yang sudah ku pesan.
Aku duduk di salah satu meja sambil sesekali ku lihat jam di tanganku lalu beralih menatap layar ponselku.
"Nggak, bentar lagi dateng kok." Ucapku meyakinkan diri bahwa mas Aji akan datang kali ini.
Namun waktu berlalu, aku menatap layar handphone-ku lagi. Ku pikir mas Aji ada panggilan pekerjaan mendadak. Jadi ku putuskan untuk menelfonnya.
Tak ada jawaban, dan aku beralih ke nomer handphone Ale. Tak juga ada jawaban, mungkin sedang di jalan karena ia mendapat tugas dinas malam ini. Entah apa yang membuatku menanyakan keberadaan mas Aji pada Ojan, dan ojan menjawab bahwa ia tak melihatnya di kantor.
"Okay, lima belas menit lagi deh." Pekikku.
Namun saat sudah sampai waktunya, aku masih belum melihat sosok mas Aji, sampai akhirnya Aku memanggil pelayan untuk menyiapkan pesananku.
Aku menarik nafas panjang, "happy birthday Tere!" Ucapku pada diriku sendiri.
Namun tak lama setelah, seseorang memanggil namaku yang sukses membuatku tersenyum.
Mas Aji datang, namun tidak dengan senyumnya. Ia duduk di hadapanku, dan menatapku.
"Ter, aku mau ngomong." Ucapnya.
Aku menatapnya, namun tetap tak menemukan satu petunjuk apapun dari wajahnya.
"Makan dulu ya mas." Jawabku sambil tersenyum.
Aku mencoba untuk tak bertanya, namun mas Aji tetap menatapku dengan tatapan itu.
"Ter, kita stop sampe sini ya" Ucapnya tiba-tiba yang berhasil membuatku menatapnya.
"I can't be with you" tambahnya seketika.
Aku mematung. Aku tak tau respon apa yang seharusnya aku berikan.
"Sorry, I've tried my best. Tapi aku tetep nggak bisa.." Ucapnya lagi.
Aku menatapnya, Ku coba untuk tetap baik -baik saja setelah mendengar penolakan darinya walau aku tak pernah memintanya untuk bersamaku.
"Sorry, i'm so sorry, ter. Kamu berhak dapat laki-laki lain yang jauh lebih bisa buat kamu seneng." Ucapnya lagi.
"I'm happy with You." Ucapku setelahnya.
Ia menggeleng, "bukan aku Ter. Bukan aku orangnya." Ucapnya sambil berdiri.
"So sorry." Tambahnya lalu meninggalkanku.
***
Aku duduk di sebuah taksi, dan sudah memutari jalan yang sama setidaknya tiga kali.
"Mbak jadinya kemana?" Ucap pengemudi taksi yang ku tumpangi.
Aku tersadar, lalu buru-buru memberinya sebuah alamat.
"Kesini ya pak." Ucapku.
Beberapa saat kemudian, Aku sampai di lounge langgananku yang sudah beberapa bulan ini jarang aku datangi.
"udah dua gelas" pekikku.
"Mas kalo ada apa-apa telfon kesini ya." Ucapku memberikan sebuah kertas berisikan satu nomer handphone seseorang.
Entah kenapa aku selalu mengunjungi tempat ini jika merasa perlu melepas beban pikiranku, namun akhirnya selalu digantikan oleh sakit kepala-- ya, Aku mabuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUERENCIA [COMPLETED]
General Fictioneveryone will find a home to stay. Querencia (n) : /kɛˈɹɛnsɪə/ The place where one's strength is drawn from; where one feels at home; the place where you are your most authentic self. #5 in media as per April 7th, 2021 #2 in News as per May 9th, 2021