D U A P U L U H S A T U

1.7K 267 42
                                    

Teari

Papa memutuskan untuk menetap di Jakarta selama beberapa bulan dan itu membuatku cukup gusar. Bukan tak senang, namun aku sudah memikirkan beberapa aturan yang tak masuk akal yang akan papa buat untukku.

Aku menghela nafasku sesaat setelah lift berhenti di lantai dua puluh. Aku berjalan menuju mejaku, ku lihat Ojan sedang membereskan beberapa file di mejanya.

"Jadi pindah?" Tanyaku lemah.

"Masih nunggu SK, siap-siap aja dulu." Jawabnya santai.

"Kalo lo pindah, gue sama siapa?" Ucapku.

Ojan menatapku, "ada Ghea, Fadhil. Ada Aji juga." Jawabnya setelahnya.

Ojan dipindah ke department yang sama dengan El. Karena department El termasuk baru jadi masih membutuhkan banyak orang. Masih satu naungan namun department El lebih dikhususkan untuk berita manca negara.

"Kenapa lo? Lesu banget?" Tanya Ojan tiba-tiba.

"Apartment gue bakalan dihinggapin sarang tawon kayaknya." Jawabku santai yang mengundang tawa Ojan.

"Bokap nyokap jadi disini?" Tanyanya yang ku jawab dengan anggukan.

"Jangan berulah." Ucapnya sambil menatapku.

"InshaAllah." Jawabku santai.

Sedang mengobrol dengan Ojan tiba-tiba ku lihat mas Aji baru saja kembali dan langsung menuju ruangannya.

"Mas Aji abis rapat ya?" Tanyaku pada Ojan.

"Iya kali." Jawab Ojan.

Aku hanya menatap ruangan mas Aji sambil tetap memikirkan nasibku kedepannya di rumah.

"Jan?" Panggilku.

"Apa?" Jawabnya tanpa menatapku.

"Resto yang enak dimana ya? Yang view juga bagus."

"Angkringan." Jawabnya asal.

"Jan?!" Panggilku kesal.

"Lah angkringan bagus kali viewnya. Lo nyari yang di atas jalan layang. Jatinegara suka ada tuh. Liatin deh lampu jalanan dari situ. Bagus kok." Jawabnya.

"Tapi bukan itu maksud gue." Ucapku lemah.

Ojan tertawa, "mau kado apa lo?" Tanyanya tiba-tiba.

"Tesla." Jawabku asal yang mendapat sentilan di dahiku dari Ojan.

"Sakit kali." Tambahku.

"Bangun, udah siang." Ucapnya setelahnya.

Aku tersenyum, "lagian kayak siapa aja sih, biasanya juga nggak pernah bahas kado kadoan." Jawabku.

"Serius? Bagus deh aman duit gue." Jawabnya asal.

***

Airlangga

Aku baru saja hendak kembali ke kantor setelah menjamu beberapa tamu tadi, namun saat berjalan aku bertemu dengan sosok yang tak ku sangka-sangka akan bertemu di tempat ini.

"Bisa bicara sebentar." Ucap lelali paruh baya tersebut.

Aku duduk berhadapan dengan Ayah tere sekarang. Di sebuah ruangan VIP restaurant yang hanya berisikan kami berdua.

"Nak Aji tau kan Tere itu anak saya satu-satunya?" Tanya Ayahnya.

"Tau, om." Jawabku pelan.

"Tere dan saya tidak dekat, namun bukan berarti saya tidak sayang dengan dia. Saya sangat menyayangi Tere lebih dari dia menyayangi saya. Saya juga paham Tere yang tak pernah bisa menerima pendapat saya karena menurutnya ini adalah hidupnya bukan hidup saya. Namun, saya yakin Tere akan mengerti maksud saya jika itu bukan dari mulut saya. Jika nak Aji yakin tidak akan pernah membuat Tere menangis dan Kecewa silahkan lanjutkan. Tapi kalo kamu tidak bisa menjamin itu, tolong jangan buat Tere berharap lebih jauh." Ucapnya.

QUERENCIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang