S E M B I L A N B E L A S

1.7K 260 15
                                    

Airlangga

Hari ini aku disibukan dengan tugas tambahan, dimana aku harus mengontrol beberapa liputan yang tayang,dan juga rapat direksi yang berlangsung dari pagi. Entah kenapa rasanya sangat mengantuk karena sejak pagi aku juga sudah sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk Ciya yang hari ini menginap di rumah Ominya.

"Ciya denger Papi, Ciya nggak nakal kok. Disini juga ada Gwyna, dia juga nginep Papi" Ucap Ciya dari ujung telfon yang terdengar sangat gembira karena sepupunya yang lain ikut bermalam disana.

"Jangan lari-lari ya, kalo dadanya sakit langsung kasih tau Omi atau Teta ya?" Ucapku lagi.

"Iya Papi." Jawabnya.

"Pinter." Ucapku lagi sambil tersenyum.

Aku tak bisa mengantarnya tadi, karena mendapat calling-an sejak pagi buta. Itu yang membuatku lebih khawatir dari biasanya. Ciya mengidap Ventricular Septal Defect atau kelainan jantung yang ditandai dengan adanya celah atau lubang di antara kedua bilik jantung. Ciya memiliki kelanin jantung sejak lahir namun tidak terdeteksi saat itu, sebab lubangnya sangat kecil. Aku baru mengetahuinya saat Ciya beranjak anak-anak, dan mulai timbul gejala.

Tere menatapki dari depan pintu ruanganku saat aku dan Ciya masih menelfon.

"Tante Tere!" Sapa Ciya riang saat melihat Tere yang muncul pada layar

Tere tersenyum, "halo." Ucapnya ramah.

"Tante Tere mau ajak papi makan ya?" Ucapnya pada Tere.

Tere mengangguk, "iya, Ciya udah makan belum?" Tanyanya.

"Belum, lagi tunggu Teta. Teta masak pasta. enak!" Ucapnya semangat yang mampu membuatku dan Tere tersenyum.

"Papi Ciya mau main sama Gwyna dulu ya. Bye." Tambahnya yang langsung nemekan tombol end pada handphone Ominya.

Tere tertawa setelahnya, lalu menatapku.

"Ciya sehat-sehat aja kok. Liat aja dia seneng banget ketemu sepupunya." Ucapnya menenangkanku

Ia mungkin tau kekhawatiranku akan Ciya,

"Ciya nggak akan kenapa-napa, mas." Ucapnya lagi.

Aku mengangguk, "yuk." Ajakku.

Tere menatapku heran, "kemana?" Tanyanya.

"Loh katanya mau ajak aku makan?" Jawabku.

Ia tertawa, "ayuk kalo gitu." Jawabnya sambil tertawa.

Sebelum pulang, kami memutuskan untuk mampir makan malam dulu.

"Mau makan apa Ter?" Tanyaku sambil tetap menatap jalan.

"Terserah kamu." Ucapnya.

Aku menatapnya, "Ter?" Panggilku yang sukses membuatnya tertawa.

"Kamu pengen makan apa?" Tanyaku lagi.

"Indomie." Ucapnya singkat.

Aku menatapnya lalu tersenyum, "puncak?" Tanyaku.

Tere tersenyum lebar, "mauuuu!" Ucapnya semangat.

***

Teari

Beberapa bulan ini hubunganku dengan mas Aji jauh lebih intens. Bukan hanya sekedar makan siang bersama, bahkan mas Aji tak pernah absen untuk mengantarku pulang jika aku tak membawa kendaraan, menelfonku setiap malam dan beberapa kali kami sempat hang-out bersama dengan Ciya juga tentunya.

QUERENCIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang