Airlangga
Semalaman aku terjaga karena Ciya sangat rewel. Untungnya, ada Ojan yang menemaniku menjaga Ciya. Walau Ciya tetap akan merengek kepadaku, namun aku cukup bersyukur ada orang selain aku yang bersiaga.
Pagi tadi Ojan pamit dan meminta maaf tak bisa menemaniku sampa operasi Ciya selesai, dikarenakan pekerjaannya yang harus segera diselesaikan. Janjinya, nanti sepulang kerja ia akan mampir kembali untuk menengok keponakannya ini.
Operasi Ciya berlangsung cepat pagi tadi dan sekarang ia sudah duduk sambil menonton film kegemarannya di TV. Selagi Ciya menonton, aku beranjak menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamar rawat untuk berganti pakaian. Setelah seselai, aku dikejutkan dengan kehadiran Arinda yang sudah menangis memeluk Ciya.
"Maafin mami sayang. Mami datengnya telat, Ciya pasti tadi takut ya." Ucapnya terisak.
Aku menghampirinya.
"Ciya nggak apa-apa kok, Nda." Ucapku menenangkannya.
Arinda menatapku. Ia masih menangis. Aku tau betapa paniknya dia saat ku telfon kemarin. Aku paham sekhawatir apa dirinya jika menyangkut kesehatan Ciya.
Aku memegang bahunya dan membawanya dalam pelukku. Sejauh apapun jaraknya, aku tau bahwa Arinda tetap berusaha semampunya untuk tetap di samping Ciya. Sesulit apapun rintangannya, ia akan selalu berusaha keras jika itu untuk Ciya.
"Maafin aku, mas." Ucap Arinda terisak.
"Aku juga salah, Nda." Jawabku.
Kami sadar setiap kali Ciya kesulitan itu pasti karena kami yang tidak selalu ada di sampingnya.
Aku masih memeluk Arinda yang masih terisak. Mengelus lembut puncak kepalanya, dan menepuk pelan punggungnya.
Aku melepaskan pelukanku saat Ojan membuka pintu, dan Arinda segera menghapus air matanya.
Ojan berdiri di ujung pintu, dan saat itu juga aku menyadari ia tak sendiri.
Tere melangkahkan kakinya ke dalam ruangan, menyapa Ciya dengan senyuman khasnya. Aku tak pernah bermimpi ada di keadaan yang seperti ini.
Tere, Ojan, Arinda dan aku berada dalam satu situasi yang sama. Aku tak tau kali ini apa yang harus aku lakukan, setelah sebelumnya mungkin Tere dan Ojan memiliki pemikirannya sendiri setelah melihatku dan Arinda."Ter, kenalin. Ini...." ucapku bingung.
"Arinda." Ucap Arinda memotongnya.
Aku menatap Arinda yang kini tersenyum sambil mejulurkan tangannya ke arah Tere.
"Tere." Ucapnya sambil membalas uluran tangan Arinda.
Kami diam cukup lama sampai tiba-tiba Ciya memecah keheningan kami.
"Mami." Panggilnya.
***
Tere dan Ojan duduk di sofa yang berada di samping pintu. Diikuti dengan Arinda yang membawakan minum juga beberapa roti untuk Tere dan Ojan.
"Kantor aman kan?" Ucapku tanpa menghampiri mereka karena masih sibuk dengan Ciya.
"Aman." Jawab Ojan.
"Apa kabar Jan?" Tanya Arinda.
"Baik, lo gimana? Hongkong asik kan?" Tanya Ojan kembali.
Arinda hanya mengangguk dan tersenyum.
"Tere satu kantor juga?" Tanya Arinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUERENCIA [COMPLETED]
General Fictioneveryone will find a home to stay. Querencia (n) : /kɛˈɹɛnsɪə/ The place where one's strength is drawn from; where one feels at home; the place where you are your most authentic self. #5 in media as per April 7th, 2021 #2 in News as per May 9th, 2021