Aku memandang layar handphone-ku sejak lima belas menit lalu. Membaca setiap kata yang terdapat di pesan yang dikirimkan oleh pihak sekolah adikku sore tadi.
From : Ibu Asih (wali kelas saka)
Selamat malam, Sakeena. Maaf mengganggu waktu istirahatnya, ibu mau menginfokan untuk iuran sekolah Saka bisa segera dilunasi? Karena pekan depan kan sudah masuk pekan ujian takutnya pihak sekolah nanti ambil keputusan untuk tidak mengikut-sertakan Saka dalam ujian. Tolong ya nak, terima kasih banyak.Begitu sekiranya isi pesan yang membuatku menghela nafas kasar sejak tadi. Aku berjalan menyusuri lorong menuju department-ku. Sepi. Karena memang sudah memasuki hampir tengah malam, mataku fokus menatap tiap sudut gedung kantor, namun pikiranku berkeliaran kesana kemari.
Rayyan is calling...
Aku menatap nama itu, lalu menarik nafas panjang sebelum mengangkatnya.
"Ya?" Sapaku.
"Keen, kamu dimana?" Tanyanya tiba-tiba.
"Kantor. Masih ada kerjaan." Jawabku.
Rayyan menghela nafasnya, "sabtu ada acara nggak? Kita bisa ketemu? Udah hampir tiga minggu loh kita nggak ketemu Keen." Ucapnya.
Aku terdiam sesaat, "hemm.. aku bukannya nggak mau tapi kan sabtu aku....." tambahku terpotong langsung dengan ucapannya.
"Harus jaga cafe? Keen, bolos sehari kan nggak apa apa?! Berapa sih upahnya sehari, nanti aku ganti." Potongnya.
Aku terdiam sesaat karena kalimat terakhir yang ia ucapkan. Namun bukan Sakeena namanya jika tak bisa mengendalikan emosiku.
"Sorry ya Yan, nanti aku usahain pulang cepet deh dari cafe. Kamu tung...." Ucapku.
Namun belum sempat aku menyelesaikan perkataanku Rayyan sudah mematikan panggilan telfonnya. Aku hanya bisa menarik nafas panjang sambil berjalan menujur department-ku.
***
Mataku masih mampu bertahan menatap layar komputer dengan seseorang di hadapanku yang juga melakukan hal yang sama. Ia adalah orang yang pertama kali menolongku di hari pertama bahkan sampai hari ke-14 aku bekerja disini.
Hari ini ku pikir ia sangat lelah, karena terlihat jelas di wajahnya. Entah badannya yang lelah atau pikirannya yang lelah. Karena hal yang kami lakukan saat ini hanyalah duduk di halte bus yang terletak di depan gedung kantor kami sambil menatap kendaraan yang masih berlalu-lalang di jalan.
"I must go home now!" Ucapku pelan padanya
Aku berjalan menuju taksi, dan pamit dengannya. namun baru saja taksi yang ku tumpangi melaju tiba-tiba kak Ojan mengetuk dan menahan pintu taksi lalu menatap ke arah depan.
Aku menatapnya heran.
"Nggak jadi pak, dia pulang sama saya." Ucapnya lalu menarik-ku.
Aku keluar dari taksi menuju mobilnya. Aku tak menayakan satu hal pun dan hanya duduk diam di sebelahnya.
"Gue baru inget udah jam segini. Nggak mungkin gue tega liat lo pulang sendiri. Kalo lo kenapa-napa nanti gue jadi saksi. Males." Jawabnya asal.
Aku hanya menganggukan kepala, "iya kak." Ucapku setelahnya.
Kak Ojan menatapku lagi lalu mengambil satu boneka gajah yang berada di bangku belakang.
"Punya anaknya Aji. Tapi pake aja dulu kalo lo mau istirahat." Ucapnya sambil menyuruhku memegang boneka itu.
Ia turun lalu membuka pintu yang berada di sampingku, dan mengatur sandaran kursiku agar lebih landai. Tak sengaja mata kami bertemu. Terdiam. Hanya saling tatap untuk beberapa detik, lalu aku memutus kontak mata kami. Namun tidak dengannya. Kak Ojan masih tetap menatapku, lalu mengacak pelan rambutku.
"Istirahat." Katanya singkat.
Sepanjang perjalanan kami hanya sesekali bersenandung lagu yang diputar oleh pemutar musik di mobil. Sampai pada akhirnya kami berhenti di depan rumahku.
"Mau mampir kak?" Tawarku.
Ia menatap jam ditangannya, "bakal didatengin pak RT kayaknya kalo gue namu jam segini." Ucapnya.
Aku tersenyum, "thanks ya kak." Tambahku sambil membuka pintu mobilnya.
"Sa?" Panggilnya
Aku menoleh, "nggak semua hal harus berjalan seperti maunya kita. Nggak semua hal baik yang dateng itu harus dengan cara yang menyenangkan, dan Nggak semua hal buruk itu harus nggak menyenangkan. Semua tergantung persepsi lo. Cara lo melihat sesuatu. Lo pasti bisa lewatin semuanya, jadi lo nggak perlu mikir keras. Jalanin aja, lewatin semuanya kayak yang udah-udah." Tambahnya.
Aku mengangguk lalu tersenyum. Aku tak menceritakan apapun padanya namun aku tau ia cukup peka dengan keadaan sekitarnya walau aku tau ia juga memiliki masalahnya sendiri karena sejak di perjalanan tadi ia hanya menatap kosong ke arah jalan.
Kak Ojan adalah salah satu orang yang pandai menyimpan segala masalahnya sendiri. Setelah ia menceritakan kisah yang katanya milik "sahabat"nya tadi, aku paham bahwa ia terlihat cukup tenang, namun banyak hal yang berkecambuk di kepalanya.
Aku baru mengenalnya namun aku bisa tau bahwa he's a good guy, Memikirkan banyak orang di sekelilingnya, namun ia tak sadar, dirinya juga perlu diperhatikan.
***
Helloooow, #Episode2 hadir... hehe
Kali ini cerita yang ku bawakan adalah cerita yang tak sempat ku tulis di part dua puluh tiga.Banyak yang bilang kalo ojan nggak nganter Sakeena waktu dia nemenin Sakeena di halte depan kantor.
Tapi aslinya dianter kok :)Semoga part ini masih seseru part-part yang sebelumnya ya.
Sampai jumpa di #Episode3
KAMU SEDANG MEMBACA
QUERENCIA [COMPLETED]
General Fictioneveryone will find a home to stay. Querencia (n) : /kɛˈɹɛnsɪə/ The place where one's strength is drawn from; where one feels at home; the place where you are your most authentic self. #5 in media as per April 7th, 2021 #2 in News as per May 9th, 2021