Selamat membaca:)
.
.Malam ini Ali memilih tertidur disofa hotel. Mamahnya memang paling pintar, menitipkan Ella dan Han saat situasi tidak jelas ini berjalan begitu saja. Bayangkan jika Ella dan Han ada? Apa urusan Ali dan Ressi akan bercabang? Tentu saja, bergilir bergantian menjaga Prilly, Ella dan Han.
Drttt drttt
Bunda Calling...
"Ya hallo?"
"Ali, bunda mau jujur sama kamu."
"Tentang apa?" Ali berpura-pura tidak mengerti dan terkejut. Padahal ia tahu apa yang akan dikatakan bunda Dewi itu.
"Orang yang nabrak Sisy itu--- sekarang ada dikantor polisi ****"
"Baiklah Ali kesana."
Ali tersenyum setelah mematikan sambungan telponnya, "bukan kejujuran yang anda bilang bunda. Tapi ini adalah awal kebohongan yang dikatakan! Karena masih banyak kebohongan lainnya yang kalian sembunyikan."
Ali bergegas memakai jaketnya, keluar dari hotel dan masuk kedalam mobil. Dan sejak hari ini, Ali semakin yakin kalau memang Seren lah dalang dibalik kritisnya Prilly. Kepada kakaknya saja, Seren berani apalagi Prilly yang bukan siapa-siapanya Seren.
***
"Ali, ini pelakunya." Bunda Dewi menunjuk laki-laki yang jelas-jelas saat siang tadi tengah berbicara bersama ia dan Seren. "Dia yang membunuh putri saya,"
"Apa benar?" Ali menatap laki-laki itu tajam. Dan dengan mudahnya laki-laki itu mengangguk. "Sialan!" Ali memukulnya dengan membabi buta, sementara beberapa polisi terkejut tapi diam.
"Tolong hentikan! Polisi ada keributan disini!" tiba-tiba bunda Dewi memekik, membuat Ali diam-diam menyunggingkan senyumnya. "Kenapa pada diam?! Ini kekerasan."
Ali menghentikan pukulannya, melihat laki-laki itu terkapar tak berdaya dilantai. Bunda Dewi menunduk, meringis kecil melihat wajah babak belur laki-laki tersebut.
Ali menarik lengan bunda Dewi agar terbangun, menatapnya tajam dan tertawa kecil. "Kenapa khawatir?! Bunda bilang dia pelakunya?! INI GA SEBANDING SAMA APA YANG DIA PERBUAT! DIA CUMA KESAKITAN SEMENTARA SISY?! SISY SAMPAI MENINGGAL!" Ali mencoba marah, padahal dalam hatinya ia ingin tertawa karena melihat wajah pucat Seren dan bunda Dewi.
"Bu-bunda cuma refleks! Kamu kan tau bunda ga suka kekerasan."
"Oh gitu, yaudah bunda tutup mata aja. Ali mau lanjutin kegiatan ini, kalau bisa sampai dia meninggal!" Ali menyeringai puas. Ternyata mengerjai orang jahat seru juga. Pikir Ali dengan enteng. "BIAR DIA KAYA SISY! GA BISA LIHAT DUNIA LAGI."
Seren menghampiri Ali, memeluk lengan Ali dengan manja. "Udah, dia udah cukup tersiksa kok dipenjara disini."
"Lepas!" Ali menyentak Seren dan berlalu dari sana. Tugasnya sekarang mencari bukti yang lebih akurat untuk menjebloskan Seren kepenjara.
Memang sepertinya gadis itu sudah tidak waras! Ada gangguan diotaknya. Bodoh sekali kampus Seren menerima siswa seperti Seren yang jelas-jelas tidak waras!
"Eh! Gue jadi penasaran, siapa mamah yang dimaksud kak Salsa? Bodoh banget tadi main nyelonong aja." ujarnya menepuk jidat dengan kesal. "Eh kalau ga nyelonong, ga ketauan deh."
"Liat calon istri dulu ah! Biar capenya ilang." gumam Ali melajukan mobilnya menuju rumah sakit tempat Prilly kritis.
"Sayang, i'm coming!"
***
Ressi terkejut saat melihat Ali duduk didekat brangkar Prilly dengan rambut tidak rapinya. Bagaimanapun putranya seorang pengusaha, sangat tidak berwibawa jika seperti itu.
"Hei! Lihat rambutmu!" suara Ressi membuat Ali ikut terkejut, karena tadi saat sampai Ressi tengah tertidur disofa. "Macam gembel!"
Ali menghampiri Ressi, mencium punggung tangan sang mamah dengan sedikit kesal. "Yang penting masih ganteng!" sahutnya duduk disofa sebelah Ressi.
"Ella sama Han tadi telpon, pengen ketemu kamu." Ressi mengulurkan ponselnya, memang Ali tidak mempunyai nomor ponsel istri Wendy. "Nih telpon balik."
Tuttt tuttt tuttt
"PAPAH!" Ella dan Han memekik bersama saat wajah Ali terpampang jelas dilayar ponsel. Keduanya bertepuk tangan saat bisa melihat Ali. "Papah kemana aja?" tanya Ella dengan sendu.
"Heem, papah kemana aja? Rambut papah juga berantakan." sahut Han disebrang sana.
"Allo anak-anakku! Papah abis main jambak-jambakan sama omah. Omah kalian ganas!" Ali melirik kecil pada Ressi yang saat itu tengah minum.
"Ihhh kaya ibu-ibu!" Ella tertawa kecil, membuat Ali tersenyum. "Papah kita lagi di Surabaya loh. Tadi sama om Wendy kita diajakin liat patung hiu sama buaya lagi berantem." cerita Ella disahuti anggukan oleh Han.
Vevita dan Wendy memang belum dikaruniai anak, karena hubungannya pun baru berjalan sekitar 6 bulanan. Wendy terlalu pemilih dalam mencari pasangan. Berbeda dengan Ali yang memang sudah berpacaran lama dengan Sisy. Walaupun sejak SMA mereka pacaran, Ali tidak pernah diizinkan datang berkunjung kerumah Sisy. Entahlah apa alasannya, yang jelas setelah mereka menikah barulah Ali boleh kesana. Itupun sebelum menikah Sisy meminta pernikahannya diundur.
"Ohya? Buayanya ganteng ga?"
"Ish papah! Buaya darat aja ga ganteng apalagi buaya hewan!"
Ali tertawa dan Ressi yang sudah kembali duduk dan mendengar itu sontak merebut ponselnya dan menatap Ali tajam. "Kamu tau dari siapa buaya darat?"
"Papah? Papah bilang dulu papah buaya darat."
"Maksud kamu papah ga ganteng?!" Ali yang tadi tertawa kini membulatkan matanya. Jadi tadi ia menertawai dirinya sendiri? Begitupun Ella dan Han?
Ressi tertawa kecil.
"Udah ya pah, Ella sama Han mau tidur sama tante Vita."
"Bilangin makasih ya, dari papah."
"Oke! Dah pah, dah omah."
Ali menggeleng kecil, kembali menghampiri Prilly dan duduk dikursi samping brangkar.
"Mah, besok Ali mau cari tau lagi. Sama sekalian Ali mau ke Jakarta, metting sama klien penting beberapa hari."
"Doa mamah selalu sama kamu Ali,"
"Makasih mah."
***
Ali duduk menunggu disebuah restoran, tadi pagi ia menghubungin Salsa dan mengajaknya untuk bertemu.
Hingga tak berselang lama, Salsa datang. Tanpa suami dan anak yang ikut. "Ali?"
"Kak? Duduk."
Salsa duduk, menatap Ali dengan kerutan didahinya.
Ali mencoba menghela nafas dulu, lalu terdiam sebentar sebelum bertanya. "Ali waktu itu ga sengaja masuk kekamar yang kata kakak kamar mamah. Disana Ali lihat ada foto keluarga tapi ga ada Seren sama bunda Dewi. Kakak bisa ceritain semuanya?"
Salsa nampak menunduk, entah sedang apa yang pasti setelahnya mengeluarkan kertas foto persis seperti yang Ali temui dikamar waktu itu.
"Maksud kamu ini?"
Ali hanya bisa mengangguk.
"Ya bener, disini ga ada Seren sama bunda." Salsa menghela nafas, mencoba untuk tidak menangis. "Ini mamah Quenita-"
"Aku mau namain anak kita Quella, karena nama depannya selalu bikin aku keinget sama seseorang yang berarti buat aku." bayangan Sisy saat Ella lahir menggema dipikirannya.
"-mamah Quenita, itu mamah aku sama Sisy."
.
.
-bersambung.Seperti biasa, cerita ga berjudul Anti Mainstream. Alur cerita begini bnyk kalian temui dicerita2 lain.
Btw 2 part digabung biar lebih cepet ya bund wkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Duda [END]
RandomEnd! 17+ Mencintai seseorang yang statusnya masih menjadi istri orang, hem bagaimana rasanya? *** Ali adalah duda yang ditinggalkan oleh istrinya-Sisy- dan sudah memiliki satu orang anak-Ella-. Kecelakaan itu membuat istrinya meninggal dunia dan me...