MD : Jujur atau gagal?

2.7K 304 26
                                    

Selamat membaca:)
.
.

Ali memijat pelan pangkal hidungnya, berfikir bagaimana caranya menjebak Seren... Karena bagaimanapun ia belum punya bukti kuat untuk menangkap gadis itu.

Drttt drttt

Wendy Calling...

"Hallo?"

"Gimana ngab?"

"Emang si Seren psikopat! Otaknya udah koslet Wen."

"Jadi bener? Wah harus langsung dimasukin."

"Dimasukin apa maksud lo?"

"Anjir? Ya dimasukin ke sell lah gublok!"

Ali terkekeh kecil, sudah lama tidak berbicara bercanda seperti ini. "Oh, tapi gue belum punya bukti kuat Wen. Lo kan polisi, emang cukup cuma bawa plat nomor?"

"Bego! Ya cukuplah. Sekarang lo tenang aja, gue malam ini balik sama anak-anak lo. Kita pikirin gimana supaya buktinya kuat."

"Sekaligus tentang kematian Sisy. Seren juga penabraknya. Gue udah ada 2 bukti. 1 dari rekaman dipenjara, 1 lagi dari saksi."

"Gila! Lo hampir aja nikah sama psiko anjir!"

"Hampir ibab! Udahlah gue mau istirahat, lo kesini aja langsung."

Tut tut

Tanpa mendengar sahutan di sebrang, Ali mematikan sambungan secara sepihak. Ya memang rindu, tapi terasa biasa saja jika bicara ditelpon.

"Apa gue jebak aja ya?"

***

Wendy menatap Ali sinis, laki-laki itu nampak masih berfikir dengan sebuah ide yang Wendy usulkan. Sudah 2 jam Ali menimang-nimang, bahkan Ella dan Han yang tadi sedang bermain kini sudah tertidur tepar diatas karpet depan tv.

"Anjer!" maki Wendy pelan, Ali memang temannya yang paling menyebalkan! "Lo mikir sampe 2 jam? Gue curiga jangan-jangan lo udah ga punya otak ya?" sahut Wendy mendengus dan berlalu mengambil secangkir kopi yang istrinya buat.

Ali ikut mendengus, menatap Wendy dengan kesal. "Sabar! Otak gue terlalu antik buat nerima ide busuk dari lo!"

"Sialan!"

"Coba lo ulang lagi ide lo!" Ali menatap Wendy serius.

Sementara Wendy menghela nafas dan kembali duduk bersandar disofa. "Gada pengulangan."

"Yang pelit anak babi."

"Maju sini! Gue punya pistol."

***

Ali memperhatikan sekitarnya, masuk kedalam ruangan vvip dengan kemeja yang sudah melekat ditubuhnya.

Disana Ali tampak menunggu, mengetuk-ngetuk ujung sepatunya dengan sedikit bersenandung kecil.

"Senangnya oh senangnya,
Hari libur belum tiba---"

"Kak Ali?"

Ali menghentikan senandungnya, mendongkak memperhatikan gadis cantik dengan balutan dress pendek dan mencolok. "Duduk," gumam Ali menarik kursi didepannya.

"Ada apa sampe kita makan diruangan vvip? Kamu romantis banget tau ga?" gadis itu mengulum senyumnya, memainkan jarinya dengan gugup.

"Kenapa kamu kaya lagi gelisah gitu?" Ali mengerutkan keningnya, walau gadis dihadapannya bergaya seperti biasanya tapi tidak bisa dipungkiri jika raut wajahnya terlihat gelisah sekaligus ketakutan.

"Emmm gapapa kok hehe."

"Kamu mau pesen apa? Terserah." Ali menyodorkan buku menu, membiarkan gadis dihadapannya melihat-lihat dan memilih.

"Aku ini aja kak."

"Gaada lagi?"

"Ga,"

Setelah memesan, beberapa menitnya pesanan datang, dan mereka pun segera melahapnya. Ali mendongkak, menatap Seren dengan aneh. Gadis itu terlihat tidak seperti biasanya.

"Ada yang harus kamu pilih Seren," ujar Ali memecahkan keheningan. Seren mendongkak, menatap Ali dengan bingung dan tidak mengerti. "Jujur atau tidak ada pernikahan?"

"Maksudnya apa kak? Aku harus jujur apa? Aku cinta beneran sama kakak. Aku sayang banget sama kakak." mendengar itu Ali berdecih dalam hati. Memangnya cinta harus mengorbankan banyak orang? Memangnya cinta harus mengorbankan orang lain?.

"Kamu pilih jujur atau pernikahan kita gagal!" lantang Ali menatap Seren tajam. Benar-benar kesal, bagaimana bisa gadis itu bertampang baik padahal ia sudah banyak melukai orang lain.

"Jujur tentang apa kak?" Seren menatap Ali dengan sorot mata sedihnya.

Tapi Ali tidak perduli, laki-laki itu menatap Seren dengan tajam. "Jawab?!"

"Oke aku pilih jujur dan pernikahan kita jangan gagal!"

.
.
-bersambung.

Gila! Lusa udh mau Idul Fitri aja:(

Fyi : 3 part lagi.

Mas Duda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang