NF : Epilog

6.3K 317 20
                                    

Selamat membaca:)
.
.

Prilly terpejam dan tersenyum kecil saat mendapatkan sebuah gesekan benda lembut dihidungnya. Membuka kedua kelopak matanya dan langsung disuguhi wajah sang putri yang tengah tertawa jahil.

"Ma-ma-mah!" bocah gembul itu memukul-mukul pelan pipi chuby milik Prilly. "angun." katanya belum jelas.

"Eh ko ditampar sayang?" Prilly mendudukan dirinya, membawa sang putri kedalam pangkuannya. "Diajarin siapa gitu?"

Pintu terbuka, pria dengan rambut basahnya itu menatap sang anak yang tiba-tiba menunjuk dirinya.

"Pah-pah,"

"Papah yang ajarin?"

Bocah gembul itu mengangguk sembari menutup mulutnya, menahan tawa.

Prilly menatap suaminya tajam, tapi sang suami malah memasang wajah penuh tanya karena memang ia baru selesai mandi dan tidak tahu apa-apa.

"Mas! Kamu ajarin anak aku nampar mamahnya?" Prilly bertanya tajam. "Tadi dede Lyna tampar aku."

"Eh? Papah Ali yang tampan ini ga pernah loh ngajarin dede kaya gitu." Ali, suami dari Prilly itu mendekat pada keduanya. Duduk disebelah kanan sang putri dan mengelitikinya. "Siapa yang ajarinnn... Jangan nuduh papah donggg!"

"Ahahaha, aap pah! Na nda oang."

"Oh bercanda? Nihhh bercanda!!!" Ali kembali mengelitiki putrinya, membuat Prilly mau tidak mau tersenyum melihat itu.

Keputusannya tidak salah untuk menerima Ali menjadi suaminya saat usai bangun dari masa kritisnya itu.

Ali kini memberanikan diri untuk mendekat, mendekap tubuh mungil Prilly dengan sayang. "Jangan bilang gitu, ini salah aku. Harusnya aku cari tau semuanya. Stop nyalahin diri kamu sendiri. Ini takdir Tuhan, mungkin salah satu anak kita ga rela pisah sama Tuhannya dan Tuhan lebih sayang sama dia."

Ali melepaskan pelukannya, membawa kedua tangan Prilly untuk ia genggam. "Jangan menyalahkan diri sendiri, ini salah aku."

"Tapi mas-"

"Kalau kamu masih nyalahin diri kamu, aku akan semakin merasa bersalah. Inget, disini masih ada satu lagi anak kita. Yang masih butuh kamu. Kita bisa besarin dia sama-sama."

"Ma-maksudnya?"

"Kita menikah, sama-sama perbaiki diri dan melindungi satu sama lain. Han butuh kamu, Ella juga. Ella sayang banget sama kamu. Buat Ella kamu udah jadi mamah pengganti Sisy. Kamu hebat! Bisa membuat Ella menyayangimu, membesarkan Han dengan beban."

"Jangan sedih, dia pasti nangis diatas sana liat mamahnya sedih."

"Mas serius?" Prilly menyeka air matanya, menoleh keatas menyalah artikan ucapan Ali. "Dia dimana mas? Aku mau ketemu. Seengganya aku mau minta maaf, ga bisa lindungi dia."

"Diatas ada, tapi disini juga ada." Ali menunjuk dada yang dipercayai tempatnya Hati. "Dia selalu ada dihati kita."

"Mamah!" Han dan Ella memekik bersamaan. Berlari cepat menuju brangkar Prilly. "Mamah jangan tinggalin Han sama Ella. Kita sedih mamah sakit."

Ali tersenyum, menatap Prilly yang saat itu menatapnya juga. "Mamah ga akan pergi, asal kalian selalu nemenin mamah."

"Han sayang mamah."

"Ella juga."

"Papah juga dong!" Ali berbaur untuk memeluk Prilly, Han dan Ella. Lalu mencondongkan bibirnya kearah telinga Prilly. "Minggu depan kita nikah."

Mas Duda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang