Ketiga orang itu memasuki rumah minimalis yang terlihat sangat rapi dan nyaman. (Y/n) sampai terkagum kagum melihatnya, semua barang tersusun rapi di tempat dengan debu yang diperkirakan hampir tidak ada.
"Kenapa sepi sekali?" ia bergumam seorang diri, tanpa menyadari pemilik rumah mendengar pertanyaannya.
"Aku tinggal sendiri."
Gadis itu menoleh cepat dengan alis menukik tajam. "Sendiri?" anggukan dari Oreki tak bisa membuatnya yakin. Sekali lagi ia edarkan pandangannya, merasa heran dengan rumah yang sangat bersih, mengingat perilaku Oreki yang sangat pemalas.
(Y/n) merutuki dirinya sendiri. Ia bahkan sangat malas untuk membereskan kamarnya sendiri, kecuali dijanjikan semangkuk ramen oleh ibunya.
"Memangnya orang tua mu kemana?" (Y/n) kembali bertanya, menatap Oreki yang tiba tiba menghentikan langkahnya.
"Akh!" ia meringis saat Fukube menyenggol pinggangnya. Dengan tidak peka nya, gadis itu malah menaikan sebelah alis dan bertanya dengan sewot. "Apa sih?!"
Oreki menoleh ke belakang sekilas, lalu kembali melanjutkan langkahnya. "Orang tua ku sudah tiada sejak aku masih kecil."
(Y/n) secara reflek menutup mulutnya. "Astaga Oreki-san! Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk—"
"Tidak apa apa, aku mengerti," potong Oreki. Oreki mendudukkan diri di sofa, mengambil tas dan mengacak acak isinya—mencari sesuatu lebih tepatnya.
(Y/n) berputar memperhatikan rumah Oreki, entah kenapa ia sangat menyukainya. Jika mereka menikah, bukankah enak jika (Y/n) bisa santai santai di kamar sementara Oreki bersih bersih rumah?
Lucu sekali khayalan nya.
"Pantas saja kau menjaga rumah ini dengan baik, pasti banyak kenangan dengan orang tua mu disini ya?" (Y/n) kembali bertanya dengan senyum yang tak luntur.
Plakkk
"Hadahhh!! Fukube-kun apaan sih?!" Gadis itu mengusap kepala belakangnya yang sakit setelah di pukul oleh Fukube keras.
Fukube berdecak kesal, memutar bola matanya malas dan mulai duduk di sofa, tidak memperdulikan sahabatnya yang masih memberi tatapan tanya kepadanya.
"Tidak juga."
Tatapan (Y/n) beralih pada Oreki, mengernyitkan alisnya. "Maksudmu?"
"Ini bukan rumah orang tua ku." jawab Oreki santai, mengeluarkan beberapa benda dari tas punggungnya.
"Lalu?"
Oreki menghela nafas, sedikit kesal dengan pertanyaan (Y/n) yang tak kunjung habis. "Ini rumah nenek dan kakek ku. Aku pindah ke sini saat orang tua ku sudah tiada. Setelah itu, nenek dan kakek ku juga meninggal beberapa tahun kemudian," jelasnya panjang lebar, agar (Y/n) tak bertanya lagi.
(Y/n) kembali menutup mulutnya reflek. "Astaga Oreki-san—"
"Ck, bisa diam tidak sih? Berisik tau." Oreki berdecak dan memotong ucapan (Y/n).
"Hehe, maaf maaf" Gadis itu tersenyum kikuk sembari mengusap kepala belakangnya. Merasa malu sekaligus masih sakit akibat pukulan tidak berakhlak Fukube.
Oreki memutar bola mata malas, mendekati Fukube untuk mendiskusikan sesuatu. Namun, yang Oreki tau gadis itu tak kunjung duduk. Apa dia tidak pegal? Pikirnya.
"Ada apa?" tanya Oreki melihat (Y/n) yang sepertinya gelisah akan suatu hal.
"Ah, anoo, Oreki-san, aku harus ke toilet, bisa kau beritahu dimana tempatnya?" (Y/n) terkekeh kikuk, merasa tidak enak memberi banyak pertanyaan pada Oreki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting for You || Hyouka (OrekixReaders) [✔]
FanfictionMenjadi pengagum rahasia itu sulit, bukan? Haha, sialnya aku harus merasakan hal itu setiap hari. Tapi aku menikmatinya, itu sudah cukup bagi diriku yang pengecut ini. Entah apa yang membuatku menyukai pria berwajah lesu itu. Pria tak bersemangat y...