"Tapi pak, saya kan sudah bilang kalau saya tidak bisa ikut."
Lawan bicaranya menggeleng dengan keras kepala, pria dewasa itu melipatkan tangannya di depan dada. "Kau harus ikut, tidak ada alasan!" perintahnya tegas.
Bola mata merotasi, gadis itu menyatukan kedua tangannya seakan sedang memohon. "Tolong pak, bapak tau bagaimana kondisi saya, kan?"
Helaan nafas terdengar, pria itu mengangkat tumpukan kertas di tangannya dan memukulkan nya pada dahi gadis itu. "Shimizu, jangan menjadi manja hanya karena kondisi kesehatanmu. Bapak sudah bilang, kau tidak perlu masuk kedalam kolam, kau hanya perlu memperhatikan dan mempelajarinya."
(Y/n) memalingkan wajahnya, kesal pada sikap guru olahraganya yang plin plan ini. Beberapa hari yang lalu pria itu mengizinkan (Y/n) untuk tidak mengikuti praktek renang, tapi sekarang ia dipaksa untuk ikut ke kolam.
"Bukan itu masalahnya, pak."
"Lalu kalau bukan itu apa? Bapak sudah memberimu keringanan dengan tetap memberi nilai walaupun kau tidak ikut praktek. Kau hanya tidak bisa berenang dan tidak tahan terhadap dingin, kenapa kau harus sekeras kepala ini untuk tidak ikut?" guru olahraga dengan kacamata itu menceramahi dengan kedua tangan di pinggang, sempat diperhatikan beberapa guru lain karena keributannya.
Kali ini (Y/n) sungguh menyesal. Seharusnya ia tidak datang ke ruang guru atas perintah pria itu untuk menanyakan kejelasan nilainya. Seharusnya ia langsung pergi kemana saja asal tidak bertemu dengan guru menyebalkan ini.
Gadis itu menunduk dengan bibir bawah yang tergigit, kepalan di tangannya mulai melonggar hingga akhirnya mengeluarkan nafas pasrah. "Baiklah, saya ikut."
.
.
."Wah, Shimizu-san, kau ikut?"
Anggukan lesu diberikan, dengan senyum tidak ikhlas (Y/n) menjawab lemas. "Begitulah, Hajime-sensei terus memaksaku untuk ikut."
Chitanda terkikik geli melihat ekspresi teman satu kelasnya. "Tenang saja, aku akan ada di sisi mu jika kau dalam bahaya," ujarnya semangat, sempat melompat kecil karena senang.
Setengah hati (Y/n) merasa lega karena akhirnya memiliki teman baik seperti Chitanda, walau sebenarnya gadis beriris mata ungu itu yang menjadi penyebab sakit hatinya. Tetapi ia senang, Chitanda lebih baik dari apa yang ia perkirakan.
Namun, setengah hati lagi (Y/n) dibuat bingung oleh perkataan Chitanda. Kenapa gadis itu melompat kegirangan disaat mengatakan kata 'bahaya'? Apakah keadaan dalam bahaya yang (Y/n) alami adalah hiburan tersendiri baginya?
Ahh, sudahlah.
.
.Langkahnya terhenti di tengah jalan masuk, beruntung ia siswa terakhir sehingga tak menghalangi orang lain untuk masuk. Tangannya terangkat, meremas seragam bagian dadanya, merasa ragu.
"Shimizu-san, kau baik baik saja?"
Chitanda yang melihat temannya terlihat aneh menghentikan laju langkahnya, kembali ke pintu masuk dan menanyakan kondisi (Y/n).
(Y/n) merasa keringat dingin sudah menetes membasahi pelipisnya, tangannya sedikit bergetar saat meremas baju. Pandangannya yang terarah pada air yang tertampung dalam kolam tak teralihkan, seakan dibuat membatu oleh gelombang yang dihasilkan.
Puk
"Shimizu-san!"
Chitanda berseru sedikit keras sembari menepuk pundak gadis itu, (Y/n) sedikit terperanjat hingga akhirnya menghela nafas lega mengetahui itu adalah Chitanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting for You || Hyouka (OrekixReaders) [✔]
FanfictionMenjadi pengagum rahasia itu sulit, bukan? Haha, sialnya aku harus merasakan hal itu setiap hari. Tapi aku menikmatinya, itu sudah cukup bagi diriku yang pengecut ini. Entah apa yang membuatku menyukai pria berwajah lesu itu. Pria tak bersemangat y...