After All

276 33 2
                                    

Sebelumnya ...

"(Y/n)-chan!"

Tersentak hebat, gadis itu terperanjat dari tempat duduknya. Ia menolehkan kepala, tampak menatap sebal terhadap pelaku pemanggilan. "Apa sih Houtarou, iya bentar lagi!" sewotnya tidak Terima, lantas kembali memfokuskan matanya pada konsol game yang ia mainkan.

Memijat dahi frustasi, Oreki menghembuskan nafas berat. Kehilangan kesabaran, ia memutuskan melangkah maju, lalu merebut paksa konsol game dari tangan gadis itu hingga raut kekecewaan terpampang di wajahnya. "Ih, Houtarou ...!! Kenapa diambil?!"

Bangkit dari duduknya, (Y/n) hendak merebut kembali permainannya, tetapi gagal karena Oreki menjauhkan tangannya sehingga (Y/n) tak bisa meraih benda itu. "Belajar! Jangan main game terus!" tegur Oreki tegas, tak peduli akan rengekan yang keluar dari bibir gadis itu.

"Ahhh, gamau ...! Mau main game dulu, itu lagi seru-serunya tau!" (Y/n) menghentak-hentakkan kakinya sebal. Menyatukan kedua tangan, ia menatap Oreki penuh harap. "Sebentar lagi, ya? Please .... Udah ini belajar, janji!" tatapnya dengan sungguh-sungguh.

Memutar bola mata muak, Oreki kembali mengeluarkan nafas lelah. Ia sudah kebal dengan hal semacam ini. "Kau terus mengatakan itu sejak empat jam lalu, (Y/n)-chan! Kau harus cepat belajar, sebentar lagi kau akan lulus."

Mendudukkan diri dengan cepat, (Y/n) melipat kedua tangannya sembari membuang tatapan. Bibir yang mengerucut seakan memperlihatkan kekesalannya tanpa perlu dijelaskan. "Abisnya aku muak, tau. Liat soal matematika gini bikin perut aku mual." sesaat kemudian tangannya berpindah memegang perut, terlihat meyakinkan dengan wajahnya yang memucat.

Melihat perilaku kekasihnya itu, Oreki hanya bisa menghela nafas pasrah. Ini baru awalan, entah sudah berapa kali dirinya menghela nafas hari ini. Entahlah, (Y/n) jadi semakin manja akhir-akhir ini, seperti ibu-ibu yang sedang hamil saja.

Ups, (Y/n) pasti akan memukulinya secara brutal jika tau Oreki mengatakan hal semacam itu dalam hatinya.

Mendekat satu langkah, Oreki mengacak lembut surai coklat kekasihnya. "Kan aku udah bilang, kalau butuh bantuan bilang aja, pasti aku bantu, kok." ia berjalan menjauh, hendak menyimpan konsol game di suatu tempat dengan radius lima meter dari tempat (Y/n) berdiam diri.

Setelah menyimpannya di atas meja di kamarnya, Oreki kembali ke tempat semula, yang kemudian menemukan (Y/n) sudah selonjoran pasrah dengan kepala yang direbahkan di atas tumpukan buku.

Menyadari kehadiran Oreki, (Y/n) mengangkat kepalanya. "Game aku kemanain?" tanyanya terburu-buru. "Aku simpan, lah." Oreki menjawab santai, lantas mendudukkan diri di sisi lain meja, tak mempedulikan tatapan memelas yang (Y/n) tujukan padanya.

"Houtarou ...."

"Tidak."

"Please ...."

Menatap (Y/n) lelah, Oreki bersuara, "(Y/n)-chan ...."

Namun, (Y/n) tampak tidak terganggu sama sekali. Ia masih memasang tatapan penuh harapnya agar diberikan konsol game dibanding mengerjakan soal yang dipenuhi lambang dan huruf yang tidak ia mengerti.

"(Y/n)-chan, tidak," tegas Oreki. "Apa kau sadar akhir-akhir ini kau kecanduan konsol game? Kau tidak boleh memainkannya terlalu sering, apalagi sebentar lagi kau akan kelulusan, apa kau lupa tujuanmu untuk kuliah setelah ini?"

"Iya, sih ...," gumamnya penuh sesal dengan kepala menunduk dalam, memainkan ujung pakaiannya gelisah. (Y/n) juga tidak ingin seperti ini, tapi ia tak bohong bahwa kepalanya nyaris meledak ketika mencoba menyelesaikan latihan soal matematika ini. Otak (Y/n) tak bisa memprosesnya sedikitpun.

Waiting for You || Hyouka (OrekixReaders) [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang