"Fukube-san? Kau mau pergi sekarang?"
Fukube yang baru saja bangkit dari tempat duduk terdiam, lantas memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Dengan santai ia menoleh, tersenyum kecil menatap wajah gadis di hadapannya. "Iya."
Ini sudah berlalu beberapa waktu sejak kalimat terakhir Fukube terlontar. Air mata dan sesak yang Chitanda rasakan mungkin menjadi-jadi, tetapi ternyata itu lebih baik. Dengan menerima semua rasa sakit sekaligus, Chitanda bisa lebih cepat menyembuhkan diri.
Meski belum sepenuhnya.
"Ah," gumam gadis dengan kantung mata yang membengkak itu. "Begitu." ia menundukkan kepalanya, beralih menautkan jari-jari. "Terima kasih, aku merasa sedikit lebih baik setelah berbicara denganmu."
Fukube memiringkan kepala sejenak, tampak kebingungan meski akhirnya meloloskan kekehan dari celah bibir. Ia mengangguk singkat, lantas mendaratkan tangannya di atas kepala Chitanda dengan cepat. "Tidak masalah," candanya, mengacak surai hitam legam itu dengan lembut.
Sebelum melanjutkan, Fukube melengkungkan bibirnya teramat lebar, hingga kedua matanya ikut menyipit menyembunyikan tatapan yang menyiratkan hal lain. "Aku senang bisa membantu seseorang yang bernasib sama denganku."
Chitanda tertegun, terpaku pada senyuman sang remaja yang terlihat ceria di depannya.
Bukan, tentu saja Chitanda bukan jatuh cinta.
Ia merasa sangat prihatin.
Mungkin dirinya bisa melepaskan perasaannya dengan bebas, menangis sekeras dan sederas apapun. Sayangnya Fukube,
Tidak seperti itu.
"Kalau begitu, aku duluan ya." Fukube mulai melangkah perlahan meski wajahnya masih mengarah ke belakang. Tersenyum tipis, ia berucap pada gadis yang masih menatapnya fokus, "Selamat tinggal."
Setelahnya, Fukube mengalihkan wajah ke depan, dan pergi dengan tenang.
Tapi tunggu,
Chitanda menautkan ujung alisnya.
"Selamat tinggal(?)"
.
.
."Ughh, Fukube-kun pergi kemana sih?"
Gadis itu kembali menyapu pandangannya, melirik lorong ke sekian yang ia lewati. Kakinya tak berhenti melangkah untuk mencari sesosok remaja laki-laki yang amat dikenalnya. Namun, setelah beberapa saat berlalu tak kunjung ia dapati.
Kini jari-jarinya beralih menyentuh bibir, berlanjut pada gigi yang menggigit kecil kuku ibu jari. "Harusnya dia tidak pergi begitu saja, apa dia khawatir aku marah karena ketahuan menguping?"
Dahinya bercucuran keringat, ketika rasa khawatir mulai mengumpul di dadanya. Entah mengapa, perasaannya tidak enak, ia tidak tau tapi gadis itu benar-benar cemas saat ini. Sebenarnya apa yang terjadi?
"Shimizu-san."
Panggilan seseorang membuatnya menoleh, sekaligus tersadar dari lamunan singkatnya yang mempertanyakan kekhawatiran dalam diri. "Eh? Iya, Oreki-san?"
Oreki menoleh singkat, lalu mengalihkan pandangannya kembali. "Bagaimana jika kita mencari di taman belakang? Kita belum ke sana, kan?" tanya lelaki itu yang ikut mencari keberadaan Fukube.
"Ah, benar juga. Kalau begitu ayo."
Setelah mengatakan itu, ia langsung berjalan cepat ke arah yang dituju. Ia meninggalkan Oreki di belakang sebelum akhirnya menyusulnya. (Y/n) terlalu khawatir, langkahnya semakin cepat secepat yang ia bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting for You || Hyouka (OrekixReaders) [✔]
FanfictionMenjadi pengagum rahasia itu sulit, bukan? Haha, sialnya aku harus merasakan hal itu setiap hari. Tapi aku menikmatinya, itu sudah cukup bagi diriku yang pengecut ini. Entah apa yang membuatku menyukai pria berwajah lesu itu. Pria tak bersemangat y...