#6

57 7 0
                                    

Donghae menggandeng Yoona keluar.

"Maafkan aku menanyakan apa kau dicampakkan saat matahari terbenam." ucap Donghae.

"Jika sudah tahu, sudahlah." balas Yoona datar.

"Terimakasih. Aku mulai memiliki harapan padamu. Aku menyadari kau dapat mencintai juga."

Yoona menatap Donghae. "Cinta?"

Donghae menoleh pada Yoona dan mengangguk. Donghae menunjuk dadanya. "Ya. Yang membuat jantungmu berdebar, yang membuatmu terus tertawa, dan merasa gelisah karena kau sangat bahagia."

"Lee Donghae! Kau berada di jalur yang salah. Aku tidak paham seleramu yang aneh. Tapi aku tidak memecat karena itu. Jadi berhentilah bereaksi berlebihan."

Donghae hanya tersenyum menanggapinya.

Mereka sampai di luar.

"Aku akan membantumu. Kau bisa melakukannya." ucap Donghae dengan yakin.

“Berhenti bicara omong kosong. Memangnya kau siapa?” balas Yoona tidak mengerti.

“Seseorang yang ada hanya untukmu. Biarkan aku jujur. Tujuan hidupku... adalah kau.” jelas Donghae jujur.

Yoona langsung mendorong Donghae. "Kau gila?"

Mereka berdua lalu saling bersitatap.

Rintik hujan mulai berjatuhan. Donghae mendongak dan kontan panik. "Oh astaga! Hujan!"

"Sebaiknya kau ambil payung!"

Donghae menurut dan masuk lagi ke dalam kolumbarium untuk meminjam payung dan Yoona menunggunya di luar.

Yoona memikirkan ucapan Donghae tadi. "Apa yang dia katakan?"

Donghae meminjam payung dari petugas kolumbarium. Setelah meminjam payung, dengan gembira Donghae ingin kembali ke depan tempat Yoona menunggunya. Tapi tiba-tiba saja Donghae teringat bahwa dia tidak boleh terkena hujan. Sehingga maka sekarang ia pun menjadi bingung dan panik sendiri.

“Astaga. Bagaimana ini? Kenapa harus hujan?” keluh Donghae menatap payung di tangannya.

Di luar, Yoona menengadahkan tangannya menangkap bulir-bulir hujan. Lalu tiba-tiba Ji Woo datang dengan membawa payung.

"Kau akan terkena flu. Hujan akan segera turun. Ayo pergi."

Ji Woo hendak menggandeng Yoona tapi Yoona menghindar. "Aku sedang menunggu Donghae."

"Kalian berdua pasti sangat dekat ya. Aku belum pernah melihat seorang sekretaris berbicara dengan santai kepada majikannya." komentar Ji Woo acuh.

“Itu terjadi begitu saja. Bagaimanapun, dia bagus dalam pekerjaannya.” balas Yoona.

"Kalau begitu, kita bisa menunggunya bersama." Ji Woo menutup payungnya. Ji Woo tersenyum menatap Yoona. Ji Woo lalu tampak mengamati sesuatu. "Buang waktu menunggu seperti ini. Kau ingin melihat sesuatu yang menarik?"

"Apa?"

"Satu menit." Ji Woo membuka payung lagi dan berjalan membelah hujan.

"Kau membawa itu?" tanya Yoona.

"Tentu saja tidak. Aku menyiapkannya. Aku ingin menunjukkannya padamu. Kau bahkan tidak meluangkan waktu selama 30 menit."

Ji Woo kemudian membuka video di ponselnya. Ji Woo lalu memutar pertunjukkan balet Yoona saat muda. Yoona melihatnya. Video itu terpantul di dinding melalui proyektor.

“Moskow, 2006. Swanhilda dari Coppelia. Dewa balet mencintai seorang gadis muda, Oriental.” jelas Ji Woo.

Video selanjutnya. “Berlin 2007. Romantic Etude. Seorang gadis berambut hitam melayang ke langit.”

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang