#16

42 4 2
                                    

Donghae berdoa dengan perasaan yang gundah, “Aku pikir aku tersesat seolah aku disebuah jalan buntu. Kemanapun aku pergi, aku melihat orang itu. Kemanana kah aku harus pergi?”

“Jangan kemana- mana.” jawab dewa Hoo. Dewa Hoo datang menemui Donghae “Tetaplah disini.”

Donghae mengabaikan dewa Hoo, dan pergi menjauhinya, tetapi dewa Hoo mengikuti Donghae.

"Pemandangan yang bagus di panti ini."

Lalu mendengar itu, Donghae langsung menyela, "Tolong jangan berbicara denganku dulu, karena aku tidak ingin berbicara dengan kau."

“Beraninya kau!”

“Bagaimana bisa kau datang kesini? Penghakiman tanpa belas kasih akan ditunjukan untuk siapa saja yang belum berbelas kasih.” sindir Donghae.

“Kamu pandai bicara.” puji dewa Hoo.

“Jika itu ancaman, itu sangat efektif. Aku takut dan lari seperti seorang pengecut.”

"Kau benar ini adalah hal terbaik yang kau lakukan sejak mendapatkan misi. Karena penghalang terbesar dalam misi ini adalah dirimu sendiri. 
Dan mana laporan yang kau janjikan?"

“Nantikan laporan ini. Aku akan menyebutkan kekejaman dan kekerasanmu secara rinci.” balas Donghae dengan ketus.

Dewa Hoo tertawa gembira.
“Ah, sudah lama tidak bekerja seperti ini. Tinggal jauhlah dari dia dan istirahatlah sebentar. Oh, dan juga, menjauhlah dan Ji Kang Woo.”

“Aku mengerti, berhentilah mengomel dan pergi. Jika kau berkata lagi, aku mungkin benar-benar ingin membalas.” ucap Donghae dengan sikap dingin, dan pergi.

•~•

Nona Choi masuk ke dalam kamar Geum-runa secara diam- diam untuk mencari sesuatu. Disaat hampir saja ia mendapatkannya, Geum-runa tiba- tiba masuk ke dalam kamar.

"Apa yang ibu lakukan?"

“Oh. Dimana pita pengukur? Ibu hendak mengukur sesuatu.” balas Nona Choi beralasan.

Geum-runa merasa curiga pada ibunya yang membuka laci meja kerjanya, tapi ia berusaha untuk bersikap tenang dan mengambilkan barang yang ibunya cari. Sesudah memberikan benda yang ibunya minta lalu Geum-runa membiarkan ibunya keluar dari kamarnya.

Nona Choi ingin keluar dari dalam kamar, sejenak ia berpikir untuk menguatkan tekadnya. “Sayang. Ayo minum, kita keluar.” ajaknya, lalu keluar terlebih dahulu.

Laci yang dibuka oleh Nona Choi barusan berisikan dokumen milik Gwang il yang didapatkannya, Geum-runa lalu menutup laci tersebut dan tersenyum miring.

Nona Choi memperhatikan Geum-runa yang sedang memotong buah apel. “Kau tidak pernah menuntut banyak pekerjaan bahkan sebagai seorang anak. Ibu sangat berterima kasih. Sesudah Geun-hye belajar balet, dan aku mengelola Fantasia, itu membuat Ibu menjauh darimu.”

“Aku tidak pernah punya keluhan. Aku suka betapa hebatnya ibu bekerja.” balas Geum-runa dengan sikap ramah dan tenang.

“Kau tidak pernah membawa teman ke rumah dan selalu mengepang rambut Geun-hye untuk bersenang- senang. Menggantikan Ibu.”

“Aku tidak peduli pada anak- anak lain. Geun-hye sangat cantik, dan menyenangkan mendandanin dia. Apa ada masalah, Ibu? Kenapa bicarakan itu?”

“Apa itu kau? Apa kau mencoba membunuh Yoona?” tanya Nona Choi dengan pelan. Sebenarnya ia ingin menanyakan itu tetapi karena takut ia mengurungkan niatnya untuk menanyakan itu.

“Kau tampak gelisah akhir-akhir ini. Aku ingin kau melihat hal bagus dan pergi ke tempat yang bersih. Aku akan melakukan segalanya.”

“Ibu tahu aku benci kotor.” tegas Geum-runa.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang