Harusnya saat Latifa melihat kehadiran Metana ia langsung bubar jalan, tetapi Raga malah menarik tangannya untuk ikut serta dalam keperluannya. Latifa tidak ingin ikut campur, itu sebabnya ia memilih meja yang berbeda untuk memberika keduanya privasi.
Dapet meja di pojok dengan spot foti yang lumayan bagus membuat Latifa lupa diri kalo dia kesini bareng rivalnya itu.
Raga menoel pipi Latifa yang sedang menggembung, "Foto terus sampe mampus."
Latifa mengerutkan kedua alisnya saat melihat Raga sudah berada di sampingnya. Ia melihat Metana sudah tak ada lagi disini.
"Ganggu banget si hidup Lo. Kalo sejam aja gak gangguin gue Lo mati apa ya!"
Latifa lantas menaruh ponselnya di atas meja, ia menyeruput minumannya yang sejak tadi dia anggurin.
Raga menumpu kedua tangannya dibawah dagu, jika tadi saat bersama Metana dia merasa sangat bosan tapi saat bersama Latifa entah mengapa rasanya seperti ingin memberhentikan waktu, agar kebersamaannya dengan Latifa tidak berlalu begitu cepat.
"Gosah lihat-lihat tar naksir repot Lo."
"Udah naksir. Gimana dong?"
"Move on aja gue gasuka punya cowok idiot kek Lo."
Raga tertawa puas, ia gemas dengan kelakuan Latifa setiap detiknya, "Idiot gini juga bisa Lo banggain kalo lagi reuni."
"Apa yang mau di banggain? Seorang Raga yang selalu kena poin pinalti? Atau seorang Raga yang selalu rusuh kalo lagi class meeting?"
"Apal ya sama kelakuan gue."
Latifa memutar bola matanya malas, "Karena Lo tuh spam tahu gak."
Raga terbahak, sepertinya tingkat kecintaan Raga kepada Latifa sudah semakin tinggi, buktinya di katain spam aja dia malah seneng.
"Diem, ketawa Lo busuk."
Bukannya diem Raga malah semakin terbahak-bahak, seolah Latifa ini adalah komedian yang sedang melawak.
"UDAH WOI, KETAWA LO BIKIN POLUSI."
Saat hendak menoyor kepala sang senior tiba-tiba ponsel Raga berdering keras. Sebelum mengangkat telfonnya Raga sempat mengusap matanya yang berair karena kebanyakan tertawa.
Ini orang beneran receh banget ya.
"Halo Gel."
"Lo dimana buset, ngomong otw tapi kaga sampe-sampe!"
Raga terkekeh, ia melirik jam dipergelangan tangannya, sudah hampir magrib. Ternyata bersama Latifa selain membuatnya lupa diri juga bisa lupa waktu.
"Oke oke ini udah kelar, gue otw ke rumah Lo sekarang."
Setelah selesai menelfon Raga lamgsung mengajak Latifa untuk pulang. Ia tak ingin memaksakan Latifa untuk kembali menemaninya menjemput Abi.
Sudah ditemani membeli perlengkapan Abi saja Raga sudah senang.
"Gue anter Lo pulang ayo. Udah mau magrib."
"Bentar." Latifa menahan, ia kembali menuju kasir untuk memesan satu minuman lagi.
"Gue mau beli Boba," ucapnya saat Raga sudah berada dibelakangnya.
Raga manggut-manggut, "Nih mbak." Raga mengeluarkan uang lima puluh ribu untuk membayar minuman yang Latifa pesan, saat cewek itu sedang asyik berkutat dengan ponselnya.
"Lah kenapa Lo yang bayar? Lo beli juga?"
"Enggak sih, gua gasuka minuman begituan. Enakan juga teh pucuk. Udah sehat manis lagi, dan yang terpenting murah."
KAMU SEDANG MEMBACA
BCS : RAGALATIFA
Teen Fiction[TAHAP REPUBLISH] FOLLOW SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN SHARE KE SOSIAL MEDIA KAMU YA ♥️ Cover mentahan PINTEREST 📌 SUDAH TAMAT DIVERSI SEBELUMNYAA TAPI MASIH BANYAK TYPO 🤲 SEDANG TAHAP REVISI DAN REPUBLISH ULANG #Boysclubseries ****...