"Abi sakit Met, kayanya dia kangen Lo."
Satu pesan berhasil Raga kirimkan untuk Metana, titik terendah Raga sekarang bukan lagi galau karena putus cinta. Tapi ngeliat Abi yang terus-menerus menangis karena badannya panas. Walaupun sudah berobat tetap saja naluri seorang bapak akan kalah dengan naluri seorang ibu.
Saat ini Raga hanya berharap Metana datang untuk sekedar menemani Abi tertidur. Raga tidak butuh cinta Metana untuknya. Yang Raga butuh adalah ketulusan seorang Metana untuk anaknya.
"Gue gaada waktu, sibuk. Dari awal kan emang Lo yang mau ngerawat anak itu. Gue gamau ikut campur."
Balasan pesan itu membuat Raga mendesah kasar. Ia menyesali perbuatannya dulu. Andai saja dia tidak gegabah, andai saja dia tidak mengikuti hawa nafsunya. Mungkin Abi tidak akan pernah menderita seperti ini.
Raga merasa prihatin melihat Abi yang mendapat orang tua seperti dirinya.
Sudah tak bisa diharapkan, tidak tahu di masa depan akan jadi apa.
Raga menghela napasnya berat, notifikasi dari Rigel mampu membuat Raga sedikit memiliki harapan.
"Abi udah mendingan? Gue sama nyokap otw rumah Lo nih. Biar nyokap yang jagain Abi."
Raga tersenyum lega, untung saja Rigel juga memiliki adik yang usianya tak terpaut jauh dari Abi. Asi ibunya Rigel bisa digunakan untuk Abi saat Abi terjaga nanti.
Raga selalu berhutang banyak kepada keluarga Rigel. Untung saja Rigel dan Ibunya suka rela membantunya.
Sebenernya bisa saja ia pergi kerumah sang Mama, tapi ia juga tahu kalau kedua orang tuanya sibuk bekerja. Bahkan keduabya jarang dirumah.
Walaupun sebenarnya sang mama selalu mengingatkan Raga untuk memberi kabar tentang Abi dan meminta bantuan mereka, tapi Raga merasa bahwa semua itu akan sia-sia jika kedua orang tuanya tak memili waktu luang sedikit pun.
Setelah 15 menit berlalu saat Rigel mengatakan akan ke rumahnya, kini ia dan ibunya datang dengan raut wajah yang khawatir. Raga jadi lega, setidaknya ada juga yang sayang sama Abi selain dirinya.
"Mana Abinya Ga?" tanya sang ibunda Rigel.
"Ada di kamar tan, ayo Raga anterin." Rigel mengambil alih adiknya yang tadi berada di pelukan sang bunda. Ia menunggu di ruang tamu seperti biasa.
"Maafin saya ya Tante, ngerepotin lagi." Raga membuka pintu kamar yang menunjukan Abi sedang menangis sesegukan. Raga tidak tega melihatnya. Ia tak tahu seberapa menyakitkan penyakit Abi sampai anaknya itu tak bisa berhenti menangis.
"Gapapa Ga, lagian saya seneng bisa bantu Abi." Ibunda Rigel langsung beralih ke arah ranjang.
"Sayang Abi, Tante datang nih. Abi haus? Iya?" Raga meninggalkan Abi bersama ibundanya Rigel. Sejak ke datangan Ibunda Rigel tangis Abi mulai mereda.
Raga menghampiri Rigel di ruang tamu yang tengah menonton tv sambil memangku Febri.
"Eee Febri bangun?" Rigel menoleh lalu tertawa, Febri juga ikutan. Untung saja Febri tidak rewel saat bangun tidur.
"Gimana Abi?"
"Udah dieman si."
"Syukur deh," Rigel meletakan Febri di sofa dengan bantalan sofa di sampingnya untuk menjaga agar Febri tidak jatuh.
Ia beralih ke dapur mengambil makanan. Sedangkan Raga masih berusaha kembali menghubungi Metana.
Namun hasilnya, selalu di tolak. Raga lupa, harusnya ia tak berharap Metana akan mengangkat telfonnya. Masih di balas pesannya saja sudah bersyukur.
Harusnya Raga sadar. Jika hubungan keduanya sudah berakhir sejak mereka memutuskan untuk memberikan Abi kesempatan bernafas.
****
Latifa mengerutkan dahinya saat mobil Kenan sampai di depan gerbang sekolahnya. Ia melihat segerombolan kakak kelas yang membawanya ke belakang gudang kemarin. Ia jadi ragu untuk turun.
"Woi, gamau turun? Gue udah telat nih, ada shif jam 8." Kenan menggerutu saat melihat Latifa tak kunjung keluar dari mobilnya.
"Lo anter gue sampe lobi deh. Oke?!"
Kenan menyerit, "Dih dalam rangka apa gue nganterin Lo sampe lobi. Lagian biasanya juga Lo gapernah mau gue anter sampe lobi, kenapa sekarang malah kepengen?"
"Duh ini beda urusan, pokoknya anterin sampe sana."
Kenan menurut, dari pada nanti Latifa ngadu ke Aurora terus dia jadi kena bacotannya Aurora. Lebih baik ia menuruti kemauan Latifa. Toh cuma sampai lobi tidak sampai pintu kelas. Seharusnya tidak ada masalah bukan?
Namun yang jadi masalah itu, Kenan melihat Latifa menutup wajahnya dengan tas saat melewati segerombolan cowok yang sedang berdiri di dekat gerbang.
Kenan terkekeh geli, "Lo ada di taksi sama salah satu orang itu?"
Latifa menoleh, ia melihat wajah Kenan sudah di penuhi aura negatif sekarang. Ketawa sendiri soalnya kaya orang strees.
"Najis. Yang ada tuh gue takut sama mereka."
"Kenapa?"
"Mereka tuh waktu itu sempat pesta miras, gue tahu langsung gue laporin ke kepsek. Eh kepsek langsung bubarin tongkrongannya mereka."
Kenan ngerem mendadak sampai membuat motor di belakangnya mengklakson berkali-kali.
"Gila Lo. Terus Lo di apain sama mereka?"
Latifa meringis, ia keceplosan. Pasti nanti Kenan lapor ke Kakaknya.
Kenankan bucin setengah mampus sama Aurora.
Tapi sayang, bucinnya sebagai sahabat doang gajadian.
"Ga diapa-apain. Cuma mereka kemarin ngajak gue ka gudang buat ngasih gue pelajaran. Ya gue mana tau kalo mereka ngajak ke gudang. Kalo tahu gue gaakan ikut."
"Kalo mereka macem-macem langsung lapor jangan di simpen sendiri."
Kenan lanhsung marah-marah.
Ya biar gimana pun Kenan sudah hampir mengabdikan dirinya dengan keluarga Aurora. Papanya Kenan pun sudah menitipkan Kenan di sini karena cowok itu gamau ikut tinggal di Jawa sama orang tuanya.
Latifa sudah kaya adiknya sendiri. Kalau Latifa sampai kenapa-napa sudah pasti Kenan tak akan terima begitu saja. Ia akan membuat mereka yang menyakiti Latifa merasa menyesal.
"Iya iya gue bisa jaga diri kok tenang aje." Latifa memakai sepatu yang sempat dia lepas tadi.
Kebiasaan, ga di kelas ga di mobil, sepatu selalu di buka.
Katanya gerah.
Sebelum benar-benar turun Latifa kembali menoleh,"Oh iya, proposal gue jangan lupa. Udah mepet banget nih festivalnya." Latifa mengingatkan Kenan untuk memeriksa proposal yang dia buat, apakah ada kesalahan atau kekurangan.
"Iya nanti gue cek. Sekalian gue bantuin cari sponsor."
"Bener ya? Bohong jodoh Lo lari."
Kenan refflek memukul bahu Latifa pelan, "Sembarangan banget kalo ngomong, soal jodoh jangan di bercandain dong. Udah mau kepala tiga nih tapi masih jomblo. Lo harusnya ngerti gimana gigihnya gue mau punya pasangan."
Latifa terkekeh, geli bangeti si ini orang, lagian siapa suruh jadi orang plin-plan.
Dulu pas punya pacar, pacarnya dianggurin. Malah sering jalan sama cewek lain. Rasain tuh karma.
"Udah ah males gue ngeladenin om-om gaje kaya Lo. Nanti ketularan jomblo lagi."
Latifa buru-buru membuka pintu mobil, membuat Kenan yang sempat ingin memukulnya lagi jadi mengurungkan niatnya.
"Bye om, tuan putri mau belajar dlu."
Latifa menutup pintu mobil dengan keras, tawa perempuan itu tak juga jera. Menjahili Kenan memang sangat menyenangkan buat dirinya.
Selain hiburan. Kenan juga mudah di buat ternistakan.
Baik Aurora ataupun Latifa, sosok Kenan sangat berarti buat mereka.
****
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
BCS : RAGALATIFA
Teen Fiction[TAHAP REPUBLISH] FOLLOW SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN SHARE KE SOSIAL MEDIA KAMU YA ♥️ Cover mentahan PINTEREST 📌 SUDAH TAMAT DIVERSI SEBELUMNYAA TAPI MASIH BANYAK TYPO 🤲 SEDANG TAHAP REVISI DAN REPUBLISH ULANG #Boysclubseries ****...