Jangan lupa baca catatan author ya di paling bawah. Kalau scroll dan masih nanya, hmm aja ya, kan.
⚡⚡⚡
"MAU BELASAN ATAU PULUHAN TAHUN LAGI. WALAU DENGAN ALAT BANTU HIDUP, YANG PENTING BALITA GUE MASIH BISA BERNAPAS, DREONS!" teriak Radega tak terima. Emosinya kembali tinggi ketika Dreons datang sebagai pihak terakhir yang berusaha meminta sahabatnya, relakan saja Violory. Kalau pun bangun, beberapa fungsi tubuhnya tidak bisa bergerak secara normal.
"Ga, lo tau resikonya, kan? Kalau pun dia bangun, nggak akan ada Lory yang normal."
"Gue akan cari dokter mana pun, asalkan balita gue bisa kembali tersenyum." Ditatapnya sengit Dreons. Napasnya berembus tak teratur. Mata yang memanas mengingat kondisi Violory yang sudah lama tak juga bangun. "Lory adalah hidup gue. Dia pergi dari dunia ini sama aja gue mati."
Dreons sama terlukanya. Beberapa tahun ini dia yang menjaga Violory. Hari itu dia mengaku lalai. Kesibukkannya di kantor, membuatnya lupa memastikan di mana keberadaan gadis itu.
"Tapi, kalau posisinya ditukar, Lory akan berusaha bertahan dan melanjutkan hidup untuk lo, Ga. Lory sayang banget sama lo. Seandainya dia bisa bicara langsung, kalau dia hanya mau dijaga sama lo. Bukan gue."
Radega meloloskan air matanya. Kesayangannya itu terluka bukan karena dosanya sendiri. "Terlalu banyak kesalahan yang gue perbuat sampai Lory merahasiakan sesuatu."
"Lo harus tau, tiap hujan dan kedinginan, dia nyebut nama lo berulangkali. Dia selalu minta dipeluk dan diselimuti sama lo."
"Dre, lo tau, kan, sesayang apa gue sama Lory? Please ... berpihak ke gue dan sama-sama berjuang pertahanin Lory."
Dreons memejamkan matanya sejenak. Dia sayang Violory. Sangat. Namun, kehidupan gadis itu akan berubah jika pun bangun dari koma. "Gue akan memilih itu kalau kemungkinan resiko dia menjalani hidup nggak normal nggak akan pernah terjadi."
"Gue ... nggak peduli gimana pun kondisi dia nanti. Dia tetap anak gue. Nggak ada satu pun yang boleh hina fisik anak gue." Janji seorang ayah kandung pada anak satu-satunya itu, menjaga dan menerima bagaimana pun kondisi anaknya suatu hari nanti. Tempat pulang paling tepat hanyalah kepada keluarga. Bukan manusia lainnya.
Penjelasan dari dokter seolah memberi keyakinan pada yang lain bahwa, hal paling menyedihkan adalah ketika Violory akan terbangun dalam kondisi fisik di mana fungsi kaki dan tangannya mati rasa.
Jika harus memohon, Radega ingin mengulang sekali lagi kehidupannya sebelum Violory hadir di dunia ini. Menahan dirinya agar tidak berbuat aneh-aneh sampai harus menukarnya dengan kesehatan sang anak.
"Dy!" Radega melihat siluet itu. Balita berpiyama ungu yang membuka telapak tangannya. Di atas telapak tangan itu ada robekan tisu yang sengaja digulung kecil agar mudah disembunyikan di balik telapak tangan mungilnya.
Benarkah ini anaknya? Radega tersenyum sembari menggapai tubuh mungil itu. Mendekap sayang seolah tak ada hari tanpa memastikan anak satu-satunya dalam keadaan baik.
"Daddy nggak nangis."
"Dy!" Balita itu menaruh kepalanya di bahu Radega. Posisi paling nyaman selain pelukan Vreletta dan bantalnya.
"Daddy yang akan pertahanin kamu. Sehari pun Daddy nggak akan ninggalin kamu."
Hari penuh duka itu hadir setelah siluet balita menjauh darinya sejak beberapa hari yang lalu.
Galexia Violory meninggalkan semua yang menyayanginya di dunia ini.
Tanpa sepengetahuan Radega, tim medis melepas alat bantu kehidupan. Vreletta dan yang lainnya siap dengan hari itu. Berbeda halnya Radega. Pria itu mengumpulkan semua barang anaknya di apartemen, akan menjemput Violory pulang, katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LORY✅[COMPLETED]
Teen Fiction⚠ Cerita masih lengkap. Dalam proses revisi⚠ #1 in Teenfiksi➡ 13 Juni 2020 #2 in Teenfiksi➡ 14 Juni 2020 #1 in Teenfiksi➡ 15 Agustus 2020 [Disarankan membaca Querencia terlebih dahulu, sebelum membaca story ini] Beberapa Part di Private. Follow Auth...