empat belas

1.1K 130 7
                                    

Menikmati bgt ya, sampai lupa klik vote nya😆

Mau dong dikasih dukungannya hehe

==================


Hening. Hanya ada musik yang menggema memenuhi indra pendengaran. Salah satu dari mereka enggan untuk membuka pembicaraan. Dewa yang masih lesu menghadap jendela mobil, dan Dirga yang sibuk fokus mengendarai.

Sampai akhirnya dahi Dewa mengerut, ketika Dirga tidak menuju ke arah rumahnya.

"Rumah mama," jelas Dirga singkat, seakan tahu keanehan dari raut wajah Dewa.

"Sengaja banget buat bikin gue diomelin hari ini." Dewa berdecih.

"Biar ada yang urus."

"Mbak Indah juga bisa kali ngurus gue. Lagian gue bisa sendiri tanpa bantuan orang lain."

Dirga tak membalas lagi. Ia lebih memilih diam ketimbang berbicara tanpa ada ujungnya nanti yang berakhir dengan perdebatan. Hal kecil yang selalu menjadi besar.


***



Dewa berjalan gontai ke lantai dua di mana letak kamarnya berada. Setiap melangkah menaiki anak tangga, sederet foto-foto masa kecil hingga ia tumbuh dewasa terpajang di tembok tangga yang dirinya lewati. Tak hanya fotonya, foto Dirga pun ada di sana, bahkan berfoto bersama lengkap dengan sepasang insan paruh baya yang merupakan Papa dan Mama mereka.

Dewa berhenti sebentar ketika berada sudah sampai di lantai atas, memandang ke ruang bawah terdapat sofa merah maroon di sana, tempat berkumpulnya keluarga mereka-dahulu.

Menghela napas panjang, hanya itu yang bisa ia lakukan. Kenangan manis namun juga pahit, ketika melihat suasana di rumah lamanya ini.

Dewa berdiri di depan pintu kamar dan membaca kertas bertuliskan Selain King Tidak Boleh Masuk! tulisan itu ia buat saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

"Jelek banget tulisan gue dulu," celanya untuk dirinya sendiri. "Sekarang makin jelek."

Dewa membuka kenop pintu, dan memandangi keadaan kamarnya yang sudah beberapa bulan-ah, mungkin hampir setahun tak dijumpai olehnya.

Tidak ada yang berbeda. Keadaanya masih tetap sama, barang-barangnya pun masih tertata rapi, bahkan cat birunya terlihat baru tak kusam sama sekali.

Dewa beralih menuju ke samping kamarnya. Tanpa mengetuk ia membuka pintu dan mendapatkan Dirga yang tengah terbaring sembari bermain ponsel.

"Gak sopan banget."

Dewa melangkah membuka lemari pakaian milih Dirga, lalu memilih-milih pakaian yang akan dikenakannya.

"Ngapain sih, lo?"

"Buta mata lo? Nyari baju, lah!"

"Baju lo kan ada, satu lemari penuh."

Dewa berbalik menghadap saudaranya itu. "Heh, gue ini tumbuh dengan cepat! Grow up! Itu baju zaman kapan? Ukuran baju gue kagak M lagi, nyet!" tuturnya, lengkap dengan umpatan diakhir.

"Mama beli perlengkapan Lo waktu awal bulan. 20 baju, dan 15 celana, dan Minggu kemarin beli lagi 5 setelan tidur. Gue enggak bisa menjabarkan satu-satu, karena saking banyaknya barang yang dibeli," papar Dirga membuat Dewa terdiam sesaat.

"Seharusnya Lo kasih tau gue dari awal. Jadi gue enggak perlu repot-repot datang ke kamar suram lo ini."

"Seharusnya lo cek dulu sebelum bacot."

"Gini-gini gue lebih tua dari Lo, walaupun 5 menit doang!" Dewa berlalu ke arah pintu, dan ia perlahan keluar.

"Tutup pintunya," suruh Dirga.

Namun sayang seribu sayang, Dewa malah mendorong pintunya kembali sehingga pintu kamar Dirga kini terbuka lebar, dan lelaki itu meninggalkan kamar saudaranya dengan berjalan santai tanpa dosa.

Mau tak mau akhirnya Dirga turun dari posisi terenaknya hanya untuk menutup pintu kamar.

"Dasar tolol."

.
.
.
.

Vote dan Comment sebagai dukungan kamu terhadap author!

Terima kasih.










Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang