dua puluh dua

740 105 0
                                    

"Nana, kenapa masuk sekolah?" Alenza terkejut dengan kedatangan Jinan yang sudah siap duduk di kursinya, wajahnya tampak masih lebam walau agak samar. Pertanyaan Alenza sama sekali tak direspon. Jinan tidak mengacuhkannya.

"Nana harusnya istirahat di rumah," tukas Alenza, sembari mengguncang tubuh Jinan agar sekadar berbalik melihatnya. Namun ternyata lelaki itu tetap teguh tak mengindahkan untuk kedua kalinya.

Alenza berhenti. Bibirnya mengerucut bersamaan dengan netranya yang terlihat bingung. Teman sebangkunya kini tak bisa ditanya, ini masih pagi namun apa yang membuat Jinan seperti orang marah, apakah karena dirinya? Tapi apa?

Waktu pelajaran diikuti dengan duduk tegap, hanya bermodalkan duduk saja tanpa serius dan fokus. Beberapa menit sekali Alenza selalu melirik Jinan, dan Jinan hanya fokus menyimak apa yang tengah gurunya jelaskan.

Lucas terus mendorong kursi Alenza dengan kaki panjangnya, ketika Alenza berbalik Lucas bertanya tentang kejadian yang menimpa Jinan, namun gadis itu hanya mendengus sebal dan memberikan tatapan tajam supaya Lucas berhenti menggangunya.

Doris selalu menjadi patung. Ia belum penasaran, sampai salah satu dari kedua temannya itu angkat bicara.

Entah suasana apa yang tercipta. Rasanya kali ini mood Alenza benar-benar buruk.

***

"Gue nunggu lo ngomong serasa daftar jadi PNS. Udah lama nunggu tapi ditipu waktu. Php, katanya mau cerita."

Sejak di jam pertama masuk kelas Lucas sudah siap mendengarkan penjelasan Alenza mengenai kejadian yang menimpa Jinan pada waktu malam kemarin. Tapi, ternyata temannya itu bungkam sampai saat ini.

"Udah cukup gue di kick dari grup, sekarang ceritain, plis. Gue juga kepo!" Kepalan tangan Lucas yang gereget menghentak meja kantin yang menimbulkan dengusan sebal semu marah dari Alenza untuk ke sekian kali.

"Tanya sama orangnya langsung," timpalnya.

Lucas menggisar kedua bola matanya. "Males, ah. Gue ribut mulu sama dia, habisnya mukanya ngeselin parah," ungkapnya, tanpa dosa sembari memainkan kuku jari yang digosok ke pinggiran meja.

"Kebalik, lah! Lo yang ngeselin!"

"Kok nyolot, sih?" Lucas melempar tatapan sinis pada gadis yang ada di depannya. Kini beberapa orang di kantin mengalihkan atensi pada mereka.

Doris menunduk, masih menikmati semangkuk bakso dengan dua sendok sambal bersama es jeruk kesukaannya. Daripada membuang waktu untuk menyimak percakapan tak jelas dari kedua temannya, menyantap bola bola daging berkuah adalah pilihan yang terbaik menurutnya untuk saat ini.

"Nana aja diemin gue hari ini. Gue nggak tahu letak kesalahan gue di mana." Alenza membuang napas kasar. Tangannya mencoba menyingkirkan mangkuk kosong miliknya tadi, lalu kepalanya ditaruh di meja dengan tumpuan satu tangan yang terulur sempurna, "ah, bangsat," gumamnya, pelan.

"Kalau merasa nggak ada masalah dalam diri lo, ya pasti masalahnya ada di si Jinan sendiri, lah!" tandas Lucas dengan penuh keyakinan. "Gak suka gue kalau orang yang lagi marah gak bisa ditanya. Itu bukan ngeribetin diri sendiri lagi tapi orang lain."

"Ngaca, bego." Doris menimpali datar, tanpa melirik Lucas di sampingnya yang sudah melihatnya sinis.

"Terus sekarang anaknya ke mana?"

"Perpus," jawab Alenza acuh tak acuh.

Mereka bertiga berbincang di kantin tanpa kehadiran Jinan, tentu perbincangan di antara mereka membahas masalah yang melibatkan Jinan——perbincangan tanpa ada objek utamanya.

"Anjir, bokap Dewa korup?"

Alenza yang baru saja memejamkan mata ketika mendengar percakapan beberapa orang di meja belakangnya, tubuhnya kembali duduk tegap. Ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya dan memilih untuk bertanya.

"Berita dari mana?" tanyanya, siswi itu berbalik dan sempat melirik Alenza sinis sebelum akhirnya ia membalas.

"Grup angkatan," ketusnya.

"Gilaa..!" Lucas terpekau, tentu langsung menarik atensi Alenza dan gadis itu mengambil alih ponsel Lucas dengan tangkas.

Headline berita yang disuguhkan memang benar tertulis kata korupsi, lebih tepatnya kasus Korupsi Dana BOS. Foto-foto papa Dewa pun terpampang nyata tengah menunduk seperti tak berkutik saat ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi seorang tahanan.























.
.
.












Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang