sembilan

1.3K 164 1
                                    

Hari ini Alenza menerima kabar, bahwa kedua pengurus Achila tidak bisa datang. Mbak Tanti tiba-tiba harus pulang kampung, karena mamanya mengalami kecelakaan. Sedangkan Mak Icih terbaring sakit. Alenza tentu memaklumi hal tersebut, apalagi mengingat Mak Icih yang sudah lansia.

Walaupun rasanya berat, bingung entah apa yang dirasakan saat ini karena semua bercampur aduk menjadi kesatuan yang amburadul, Alenza tetap akan menjalaninya dengan kemampuan yang ada.

Pilihan untuk memanggil teman-temannya sangat tidak memungkinkan. Mereka harus berangkat menuju ke sekolah tanpa mendapatkan masalah yang lebih berat lagi.

Alenza mendapati Achila yang sudah bangun dan bermain dengan mainan yang ada. Sesuatu hal terlintas di benaknya yaitu mencoba memandikan Achila. Gadis itu bahkan sudah mencari tahu dan menonton tutorial agar lebih jelas. Memberanikan diri karena tak mungkin si bayi tak dimandikan. Kalau bukan dirinya siapa lagi....

"Oke! Gue siap mandiin, anggap aja gue mama muda yang ditinggalin suaminya karena merantau!"

Setelah itu, Alenza mempersiapkan segala keperluan dimulai setelan, bedak, minyak hangat dan lainnya, sampai air hangat yang dimasukkan ke bak mandi bayi.

"Huft, enggak boleh gugup! Kayak wawancara kerja aja. Tetap tenang, fokus....makasih Alenza kamu bisa, kamu terbaik! Iya sama-sama."

Terlalu abstrak. Persis menggambarkan keadaan hatinya saat ini, karena perdana memandikan bayi tanpa pengawasan ahlinya. Nekat tapi mau gimana lagi.

"Modal tutorial yt, informasi si mbah gg, dan yang utama atas kehendak serta bantuan dari Tuhan Yang Maha Esa, gue percaya gue bisa. Bismillah, Allahuakbar!"

Satu tangan Alenza menyangga tubuh Achila di atas bak mandi, sedangkan tangan lainnya berguna untuk membersihkan. Begitu telaten mengusap dengan air bagian tubuh satu per satu, mungkin Alenza tak akan membiarkan matanya mengejap walau sedetik saja. Ia menuangkan sedikit sabun, setelah itu Alenza membilasnya.

Lalu Alenza memindahkan Achila ke tempat tidur karet yang dilapisi handuk, dan ia mengeringkannya di sana.

Menghabisi waktu selama dua puluh menit lebih, akhirnya setelah pergelutan yang panjang Alenza berhasil menata bayi mungil tersebut dengan susah payah. Alenza baru bisa membuang napas lega, dan beristirahat sejenak sebelum ia melangkah menuju kamar mandi.

Achila terbaring di dekat tembok, dikunci disetiap sisi oleh guling dan bantal, apapun itu asal bayinya terjamin aman untuk ditinggal dalam beberapa menit ke depan.

Alenza butuh waktu sepuluh menit saja———ah, tidak! Mungkin kurang. Karena ia tak akan melakukan ritual kecantikan apapun. Bisa dihitung dengan jari ia pernah melakukan luluran berapa kali dalam sebulan bahkan mungkin setahun.  Jadi tak heran jika kulitnya bersisik seperti ular.

"Chila, Sayangnya aku...tunggu sebentar, kakakmu ini akan mandi secepat kilat."

Sepuluh menit telah berlalu. Saat Alenza tengah memakai pakaian dalam, dengan tidak terduganya tamu spesial datang....

Tamu bulanan.

Berwarna merah.

Di waktu yang sebenarnya...ahh, Alenza sampai lupa jadwalnya. Ia buru-buru membenahi diri lagi. Sampai akhirnya Alenza sudah siap memakai daily outfits-nya.

"Yah, dikira ada stok...."

Pembalut tak terlihat lagi di sana. Rupanya Alenza melupakan benda itu. Mau tak mau ia harus pergi ke minimarket terdekat sembari menggendong si bayi.

***

Kini Alenza tengah mencari produk pembalut yang biasa dipakai olehnya. Berbagai produk berada di depan matanya. Setelah mendapatkan pembalutnya, ia beralih ke jajaran lain ketika tak sengaja melihat susu formula. Tersadar akan belanjaan pertama bersama kawannya yang hanya membeli satu dus saja.

"Cantik amat anaknya, Mbak," celetuk seorang wanita yang berada di sampingnya.

"Eh? Iya...makasih, Bu." Sempat terdiam beberapa detik, lalu Alenza menarik sudut bibirnya—sedikit canggung.

Alenza berdiri di depan kasir, membawa keranjang belanjaannya.

"Seratus rupiahnya apa boleh didonasikan?"

"Iya."

"Terima kasih telah berbelanja di indomerit."

Pintu kaca itu ditarik, dan Alenza telah keluar dari minimarket, atensinya seketika teralihkan dengan sekumpulan remaja berseragam sekolah yang sama dengannya. Berkumpul ria sembari memegang sebatang tembakau yang dihisap menemani mereka tengah berbicang-bincang.

Alenza seperti orang bego memperhatikan mereka cukup lama, sampai akhirnya salah satu dari mereka menyadari kehadirannya. Buru-buru gadis itu berlalu penuh kepanikan.

Sedangkan di sana seseorang dengan muka datar dan sedikit menarik garis senyuman menatap kepergian Alenza dengan rasa puas.

"Dewa, buru cabut."

"Hmm."





.
.
.
.

Vote sebagai dukungan,
Terima kasih.





Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang