dua puluh tujuh

769 85 0
                                    

"Mampus, telat lo!" Lucas berkata tanpa suara pada Alenza yang berada di luar kelas, berdiri tepat di balik kaca sampingnya.

Doris memberikan kode kepada Alenza, supaya masuk ke dalam kelas karena telatnya nya hanya 10 menit, dan baru pengabsenan kelas saja. Alenza dipersilakan masuk, namun ia dapat pelototan mata dan pengurangan nilai sejumlah 5 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Walau tak sepenuhnya bernapas lega, Alenza bersyukur dipersilakan mengikuti pelajaran.

"Nana ke mana?" tanya Alenza,ketika bangku di sebelahnya kosong. Lucas mengedikkan bahunya tak acuh sebagai jawaban.

"Sakit," jawab Doris singkat.

"Enggak ada kabar apapun di grup. Kabar sakit dari siapa? KM?"

"Walas."

Alenza cukup menganggukkan kepalanya mengerti. Tapi tidak dengan benaknya, karena aneh tiba-tiba saja Jinan sakit. Secepat kilat juga, pikirannya ditepis karena musibah tidak ada yang tahu. Siapa tahu Jinan terserang masuk angin, akibat mengantarkan makanan malam-malam demi dirinya.

"Kenapa kesiangan? Padahal Achila udah berpindah tangan," kata Lucas. "Kebo, nih, pasti. Kata Pak Haji Rhoma Irama juga jangan bergadang kalau tiada artinya," tambahnya dengan ejekan.

"Capek, gegara ngurus si Dewa."

Lucas melotot sempurna. Ia membalikan tubuh Alenza yang ada di depannya yang sama juga tengah melotot karena kaget.

"Ngurus Dewa?" tukasnya, mengulang perkataan Alenza karena terdengar ambigu. Lucas tak mengerti apa maksudnya.

Alenza menghempaskan tangan Lucas dari kedua bahunya. Ia berdecih sebal. "Iya. Dewa ada di rumah gue."

"Hah, maksudnya gimana, deh, jangan ngada-ngada!" Lucas napsu, bahkan bicaranya tak pun berbisik lagi. Doris yang biasanya dingin dan tidak pedulian, kini ikut mendekatkan diri bersiap mendengar cerita walau tak mengeluarkan sepatah kata.

"Tiga orang di belakang sana dilarang berdiskusi ketika saya sedang memaparkan materi. Cukup menyimak, atau silakan kalian keluar dari kelas ini."

"Baik, bu, maaf."

"Nanti aja lah ceritanya, gais."

****

"Kemarin...." Tentu sengaja Alenza menggantungkan ucapannya, padahal dua anak di depannya sudah menunggu tak karuan dengan wajah tak sabaran. Mulut Alenza masih nyaman mengunyah, namun Lucas tetaplah Lucas yang penuh emosi.

"Lanjutin, nyet!"

"Jadi, kemarin...." Alenza mengulang lagi. Lucas membuka mulut mengikuti kalimat Alenza. Raut wajahnya sudah tampak tak sabaran.

"Aduh, pedes, minum mana?"

Tanpa babibu Lucas menyodorkan jus miliknya yang utuh pada Alenza dan gadis itu menyeruput jusnya sampai tandas. Alenza menjilati bibirnya ia tersenyum senang.

"Makasih, loh, Cas."

"Baru sampai kemarin, lanjutin." Lucas mengabaikan, dan menyuruh Alenza untuk melanjutkan perkataannya yang terus saja terjeda.

"Jadi, kemarin...paman datang! Pamanku dari desa, dibawakannya bergosip ria, menjulid pula, segala rupa——aw, sakit bege!" Alenza mengaduh sakit sambil mengusap lengannya akibat dicubit oleh Lucas.

"Yang bener anjir!"

"Iya, pokoknya waktu kemarin malam gue niatnya beli pecel lele, malah lihat Dewa dipukulin abis-abisan sama beberapa orang. Gatau siapa dan karena apa, tapi Dewa babak belur banget, dan ya udah gue bawa ke rumah buat diobati."

Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang