enam belas

1.1K 120 6
                                    


Flashback.

Setelah acara perkumpulan, Abim dan Galih sudah pulang dahulu namun Dirga masih berada di rumah Dewa.

Pertanyaan yang dilontarkan Dirga pada Dewa tentang penguntit Alenza, Dewa hanya menjawab penasaran saja. Penasaran apa yang dilakukan gadis itu, karena belakangan ini tingkahnya sedikit aneh bersama kawan-kawannya, tak perlu menjelaskan secara mendetail karena pada dasarnya Alenza adalah musuh bebuyutan yang memang harus Dewa awasi. Dirinya selalu ingin tak tertandingi, dan sedikit gentar apabila ia semakin berada di posisi belakang musuhnya.

Dirga hanya menganggukkan kepalanya saja, begitu pun Galih namun sedikit menyimpan keganjalan, dan Abim yang pura-pura tak mendengarkan.

Sekarang Dirga duduk selonjoran di ruang tengah menghadap televisi, menikmati beberapa tayangan sembari memakan cemilan yang ada.

"Papa pulang, tuh!" Dewa memekik. Sontak saja Dirga buru-buru bangkit dan membereskan barang-barangnya.

Dewa tertawa terbahak-bahak saat melihat Dirga yang sudah menyampirkan satu tali tasnya pada punggung. Dirga baru tersadar bahwa ia sudah dijahili habis-habisan.

"Males," katanya dengan melanjutkan langkahnya.

"Gak asik, lo. Dahlah gausah marah gitu. Gue mau ngomong." Dewa mencegah, mendorong tubuh Dirga untuk kembali ke kursi.

"Lagian kayak gak tau si papa pulang   jam berapa. Yakali siang bolong begini pulang hhh," tutur Dewa. Dirga hanya merotasi matanya akibat dusta yang diberikan.

Memang. Dirga menghindari papa Dewa yang merupakan papa tirinya, namun kini antara papa Dewa dan mamanya sudah berpisah. Tidak ada alasan untuk menghindar, Dirga hanya tidak ingin bersua saja.

"Mau ngomong apaan?" tanya Dirga tanpa basa-basi.

"Gimana perkembangan lo sama Falensya?"

Dirga langsung menoleh pada kakak tirinya. Dewa memainkan kedua alis, merasa bangga atas keterkejutan dari ekspresi Dirga yang diberikan.

"Kok, lo tau?"

"Cih." Dewa menyandarkan punggungnya ke sofa sembari meregangkan kedua tangan, menatap langit-langit ruangan. "Pinter doang di mata pelajaran, urusan bohong, mengelabui enggak ada apa-apanya."

"Daripada lo yang pinternya cuma di arah negatif, mending gue lah."

Pasrah.

"Iya juga, sih. Yaudahlah, jadi lo belum dapat apapun yang berhubungan sama si Fale?"

"Hm." Dirga sedikit malu menjawabnya.

"Relasi lo dikit banget, si. Nolep."

Dirga berdecak sebal. "Ini lo bahas begini, niat bantu atau cuma ejek aja?"

"Gak kalem amat." Dewa mencebik. "Gue bantu tapi ada syarat dan ketentuan."

"Dikira gue mau daftar reseller pake syarat ketentuan segala."

"Mau apa nggak?" tanya Dewa memastikan. Dirga mengangguk.

"Apa yang gue dapat?"

"Nomor Fale."

"Itu aja?"

Dewa menggaplok dahi Dirga cukup keras. "Segitu aja udah syukur. Lo berharap gue bantuin sampai lo jadian? Yakali. Dikira gue biro jodoh. Utamanya, belum tentu Fale suka balik sama lo, maka dari itu pdkt sesuai kemampuan lo sendiri."

"Oke. Syaratnya apa?"

"Deketin Alenza."

Balasan dari Dewa reflek membuat Dirga mengambil bantal sofa dan melemparnya ke wajah kakaknya.

Kaladuta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang